Kamis, 02 Juni 2011
EPILEPSI
Epilepsi, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan‘. epilepsi tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan orang yang mengalami ketebelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang menderita epilepsi tanpa diketahui penyebabnya.
Epilepsi yang merupakan penyakit saraf kronik kejang masih tetap merupakan problem medik dan sosial.
Masalah medik yang disebabkan oleh gangguan komunikasi neuron bisa berdampak pada gangguan fisik dan mental dalam hal gangguan kognitif.
Dilain pihak obat-obat antiepilepsi juga bisa berefek terhadap gangguan kognitif. Oleh sebab itu pertimbangan untuk pemberian obat yang tepat adalah penting mengingat efek obat yang bertujua untuk menginhibisi bangkitan listrik tapi juga bisa berefek pada gangguan memori.
Epilepsi adalah gejala kompleks darti banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kedaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan prilaku, gangguan alam perasaam, sensasi dan persepsi. Sehingga epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala. (arif muttaqin, salemba medika).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel
Etiologi dan Patofisiologi
Gambaran prilaku
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen (talamus, dan korteks serebrum)
Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
Manajemen Epilepsi :
Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
Melakukan terapi simtomatik
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Selengkapnya...
Proposal Penelitian Persepsi Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Keperawatan Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan
Proposal Penelitian
Persepsi Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Keperawatan Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan
Nama : Sabinus B. Kedang
Nim : 01 993 0053 B
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Praktek pelayanan keperawatan atau asuhan keperawatan di berbagai tatanan pelayanan kesehatan belum mencerminkan suatu bentuk praktek pelayanan keperawatan professional atau masih terpola pada masa lalu yang akan berdampak pada wewenang praktek . Dalam hal peran, sampai sekarang belum sepenuhnya manajemen dan organisasi sumber daya, perlengkapan dan pelayanan yang efisien dan efektif yang dikendalikan atau diambil oleh perawat professional. Situasi dan penatalaksanaan pelayanan keperawatan masih berada pada tahap praktek keperawatan tradisional dimana setiap perawat belum memiliki kriteria kompetensi yang sesuai dengan jenjang pendidikan yang didapatnya. Hal ini terjadi karena sikap, tingkah laku dan ketrampilan professional belum jelas dalam penerapannya.
Peran dan fungsi perawat professional disusun untuk mengidentifikasi dan memperjelas aspek-aspek yaitu ketrampilan keperawatan dan keluaran keperawatan dalam bentuk kualitas dan hasil akhir dari keperawatan sehingga bisa membedakan praktek keperawatan yang diberikan oleh orang yang tidak mempunyai kualifikasi keperawatan professional. Asuhan keperawatan profesional dilaksanakan oleh perawat profesional yang dihasilkan melalui sistem pendidikan tinggi keperawatan, dimana perawat profesional memiliki dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan profesional, memiliki dan menerapkan ketrampilan profesional dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan dan melaksanakan praktek keperawatan ilmiah dan dalam kehidupan profesi. Program pendidikan ners adalah pendidikan yang bersifat akademik-profesi dengan mengacu pada paradigma keperawatan yang disepakati di Indonesia dan mempunyai landasan ilmu pengetahuan dan landasan keprofesian yang kokoh. (Dikti, Depdikbud, 1998). Melalui kurikulum pendidikan khususnya materi pendidikan dan pengalaman belajar memungkinkan peserta didik mengikuti dan menguasai IPTEK keperawatan sehingga dapat ditumbuhkan dan dibina sikap, tingkah laku dan kemampuan profesional. Sikap dan kemampuan professional merupakan landasan utama dalam melaksanakan pelayanan dan atau asuhan keperawatan yang professional.
Di masa depan pendidikan keperawatan dihadapkan pada suatu tantangan dalam meningkatkan kualitas lulusannya dalam menguasai kompetensi-kompetensi professional. Menurut Elly Nurachma (2000), dikatakan bahwa tenaga keperawatan yang memberikan pelayanan keperawatan pada institusi resmi baik pemerintah maupun swasta belum memiliki kualifikasi yang memadai sebagai perawat professional. Hal ini karena lebih dari 85 % masih berkualifikasi perawat non professional sedangkan lebih dari 14 % memiliki kualifikasi perawat professional pemula. Hanya kurang dari 1 % memiliki kualifikasi perawat professional, namun lebih dari 75 % dari jumlah ini tidak terlibat langsung dengan pelayanan keperawatan. Menurut Marr dan Giebing (1994), mengatakan bahwa peran perawat professional selalu dalam peninjauan karena adanya perubahan dalam pemberian perawatan kesehatan seperti perawatan komunitas, peningkatan jumlah hari pembedahan, perubahan dalam praktek klinik keperawatan dan karena adanya The Patient’s Charter. Penelitian Universitas York (Carr-hill et al, 1992) menemukan bahwa pada umumnya tingkat penggabungan ketrampilan staf keperawatan berpengaruh pada mutu asuhan keperawatan asalkan mutu asuhan tersebut dilakukan oleh perawat yang memiliki tingkatan dan ketrampilan yang lebih tinggi. Selain itu berdasarkan pengalaman peneliti pada praktek klinik dan lapangan pada tahap profesi belum menunjukkan sikap dan kemampuan professional dimana tidak berdasarkan pada prasyarat pendidikan, tetapi lebih kepada keharusan para peserta didik dapat melewatkan waktunya di lahan praktek.
Berdasarkan pemaparan beberapa hal di atas maka Program pendidikan ners PSIK FK UNAIR sebagai salah satu pelaksana program pendidikan yang bersifat akademik-profesi dengan mengacu pada paradigma keperawatan yang disepakati di Indonesia dan mempunyai landasan ilmu pengetahuan dan landasan keprofesian yang kokoh dan melalui kurikulum pendidikan khususnya materi pendidikan dan pengalaman belajar memungkinkan peserta didik mengikuti dan menguasai IPTEK keperawatan sehingga dapat ditumbuhkan dan dibina sikap, tingkah laku dan kemampuan profesional. Sikap dan kemampuan professional merupakan landasan utama dalam melaksanakan pelayanan dan atau asuhan keperawatan yang professional sehingga perlu diteliti persepsi mahasiswa PSIK Program B tentang dukungan mata kuliah ilmu keperawatan yang diperoleh selama program akademik dengan praktek keperawatan professional yang dijalani.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pernyataan masalah
Peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang seharusnya sesuai dengan ilmu keperawatan belum profesional atau masih terpola masa lalu yang berdampak pada wewenang praktek dan akhirnya mempengaruhi Permenkes No. 647 tahun 1999. Hal ini terjadi karena dalam melaksanakan asuhan keperawatan belum sepenuhnya menunjukkan sikap, tingkah laku dan ketrampilan professional. Salah satu upaya profesionalisasi adalah pengembangan pendidikan tinggi keperawatan dimana akan menghasilkan tenaga keperawatan yang professional yang mempunyai landasan ilmu pengetahuan dan landasan keprofesian yang kokoh.
1.2.2 Pertanyaan masalah
Apakah mata kuliah ilmu keperawatan yang diajarkan memberikan dukungan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan profesional ?
1.3 Tujuan Penelitian:
1.3.1 Tujuan umum: mempelajari gambaran mata kuliah keperawatan yang mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap kelompok ilmu humaniora : Filsafat Ilmu Keperawatan dan Bahasa Inggris Keperawatan dalam mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
2. Mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap kelompok ilmu alam dasar : Fisika Keperawatan dan Biologi Keperawatan dalam mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
3. Mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap kelompok ilmu sosial : Ilmu social dan politik keperawatan dalam mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
4. Mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap kelompok ilmu biomedik : Anatomi dan Fisiologi, Biokimia, Patologi Klinik untuk Perawat, Patofisiologi untuk Perawat, Farmasi untuk Perawat dan Psikoneuroimunologi dalam mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
5. Mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap kelompok ilmu kesehatan masyarakat : Ilmu Komunitas dalam mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
6. Mengidentifikasi persepsi mahasiswa terhadap kelompok ilmu kedokteran klinik : Pemeriksaan Fisik untuk perawat dalam mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan profesional.
1.4 Manfaat Penelitian
Bagi profesi: untuk mengetahui kelompok ilmu keperawatan yang relevansi dengan praktek keperawatan profesional sekarang.
Bagi PSIK FK Unair Surabaya : sebagai sumber informasi bagi staf akademik keperawatan dalam memahami dasar-dasar penyusunan dan penerapan kurikulum pendidikan tinggi keperawatan yang selanjutnya menumbuhkembangkan komunitas ilmuwan keperawatan dan komunitas profesional keperawatan.
1.5 Relevansi
Asuhan keperawatan profesional dilaksanakan oleh perawat profesional yang dihasilkan melalui sistem pendidikan tinggi keperawatan, dimana perawat profesional memiliki dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan profesional, memiliki dan menerapkan ketrampilan profesional dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan dan melaksanakan praktek keperawatan ilmiah dan dalam kehidupan profesi. PSIK FK UNAIR sebagai salah satu penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan di Indonesia bertanggung jawab untuk mengembangkan sumber daya manusia dengan memberikan pengalaman belajar pada mahasiswa untuk menumbuhkan dan membina sikap serta ketrampilan profesional.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa konsep yang mendasari penelitian yaitu tentang 1) Arti dan Makna Keperawatan Sebagai Suatu Profesi, 2) Professional Accontabilities, 3) Kurikulum Inti Pendidikan Ners Di Indonesia (Program B), 4) Kurikulum Institusi Program Pendidikan Ners PSIK FK UNAIR, 5) Praktek Keperawatan Profesional, 6) Standar Praktek Keperawatan dan 7) Kerangka Konsep.
2.1 Arti dan Makna Keperawatan Sebagai Suatu Profesi.
Dalam sejarah perkembangannya, keperawatan sejak pernyataan Florence Nightingale yang merupakan awal era perkembangan sistematik dari keperawatan, secara perlahan, teratur dan terus menerus bergerak menuju ke tingkat perkembangan keperawatan sebagai profesi yang mandiri. Proses ini merupakan proses jangka panjang yang lebih bertujuan membangun landasan keilmuan dan landasan moral yang kokoh dari praktek keperawatan, melalui inovasi dalam pendidikan keperawatan.
2.1.1 Pengertian dan Kriteria Suatu Profesi.
Menurut Schein, E.H. (1962), profesi adalah suatu kumpulan atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang sangat khusus, yang berasal dari perannya yang khusus di masyarakat. Hughes, E.C. (1963), mengemukakan profesi menyatakan bahwa ia mengetahui lebih baik tentang sesuatu hal daripada orang lain serta mengetahui lebih baik dari kliennya tentang apa yang diderita atau terjadi pada kliennya.
Pada tahun 1915, Abraham Flexner merumuskan karakteristik suatu profesi yaitu aktivitas intelektual, berdasarkan ilmu dan belajar, digunakan untuk tujuan praktek dan pelayanan, dapat diajarkan, terorganisir secara internal dan altruistik. Sedangkan Hall (1968) menyatakan bahwa peralihan suatu pekerjaan menjadi profesi, terjadi melalui empat tahapan, yaitu :
1. Memperoleh badan pengetahuan (body of knowledge) dari institusi pendidikan tinggi.
2. Menjadi pekerjaan utama (full-time occupation).
3. Membentuk organisasi profesi.
4. Menyusun kode etik.
Menurut Miller (1985) atribut terpenting dari profesionalisasi dalam keperawatan adalah :
1. Menambah atau memperoleh badan pengetahuan di dalam tatanan universitas dan orientasi pengetahuan pada tingkat pasca sarjana dalam keperawatan.
2. Mencapai kompetensi dengan landasan teoritik dimana diagnosis dan penyembuhan respon manusia terhadap masalah kesehatan yang potensial dapat dilaksanakan.
3. Menyebutkan dan menspesifikasi ketrampilan dan kompetensi yang merupakan batasan dari keahlian.
Dikatakan juga oleh Shortridge, L.M. (1985) bahwa karakteristik esensial suatu profesi adalah :
1. Kode etik yang berfungsi sebagai pedoman bagi keterlaksanaan standard dan tanggung jawab pribadi.
2. Orientasi kepada pelayanan yang diartikan sebagai komitmen untuk memberikan asuhan oleh pakar untuk memenuhi kebutuhan asuhan kesehatan klien, menempatkan pelayanan di atas kepentingan pribadi, hak klien untuk mendapatkan pelayanan dari mereka yang kompeten dan menyatakan diri sebagai client advocate.
3. Berdasarkan ilmu pengetahuan yang kokoh dengan menggunakan berbagai konsep, prinsip dan teori sebagai landasan pelaksanaan asuhan kepada klie, pengalaman belajar dan praktek serta kebutuhan untuk terus belajar.
4. Otonomi, diartikan sebagai kewenangan dan tanggung jawab untuk mengendalikan serta mengatur pendidikan dan asuhan dalam bidang keprofesian.
2.1.2 Proses Profesionalisasi Keperawatan.
Profesionalisasi merupakan proses dinamis dimana profesi yang sedang terbentuk mengalami perubahan karakteristik dan meningkat menjadi profesi. Di Indonesia profesionalisasi keperawatan dimulai dengan intensif pada tahun 1983 setelah ditetapkan pengertian keperawatan professional sebagai hasil lokakarya nasional yang pertama tentang keperawatan. Proses profesionalisasi pada dasarnya adalah proses pengakuan yaitu pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Anggota profesi yang sedang terbentuk seperti halnya profesi keperawatan selalu berusaha untuk memperoleh pengakuan sebagai anggota profesi yan penuh dengan cara berperilaku dan bertindak menurut kaidah-kaidah yang sesuai dengan karakteristik suatu profesi, dan berusaha menghindar perbuatan yang tidak professional (Ma’rifin Husin, 1999). Saat ini profesionalisasi masih berlangsung dan merupakan tantangan, berlangsung secara bertahap, berkelanjutan dan memerlukan waktu yang lama.
Secara perlahan, bertahap namun pasti keperawatan Indonesia akan menuju terpenuhinya ciri-ciri suatu profesi, yaitu (Ma’rifin Husin, 1999) :
1. Memiliki tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang berbatas jelas yaitu ilmu keperawatan.
2. Pendidikan khusus berbasis keahlian (expertise) dan berada pada jenjang pendidikan tinggi yaitu system pendidikan tinggi keperawatan(nursing higher education system) sebagai bagian integral dari system pendidikan tinggi nasional.
3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat atau praktek dalam bidan keprofesiannya yaitu praktek keperawatan ilmiah (scientific nursing practice).
4. Memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian.
5. Memberlakukan kode etik (code of ethics) yaitu kode etik keperawatan sebagai tuntunan utama dalam melaksanakan praktek keperawatan dan dalam kehidupan keprofesian.
6. Memiliki motivasi yang bersifat altruistic yaitu mendahulukan kepentingan orang lain yaitu masyarakat dari pada kepentingannya sendiri.
Menurut Elly Nurachma, 2000 menyatakan bahwa sebagai sebuah profesi baru, keperawatan perlu untuk menemukan identitasnya sebagai profesi. Selain itu, layaknya sebuah profesi, keperawatan seyogyanya mulai menetapkan cirri-ciri profesi di dalam kehidupan dan perkembangan profesinya. Batang tubuh ilmu pengetahuan selayaknya dimiliki dan dikembangkan secara terus menerus oleh profesi. Dalam hal ini, semua anggota profesi memiliki pengetahuan yang memadai dan dapat menerapkan pengetahuannya ke dalam kegiatan setiap hari. Pengembangan ilmu pengetahuan juga dapat dicapai melalui kegiatan riset dari berbagai aspek keperawatan dan keilmuan lain yang mendasari ilmu keperawatan.
2.2 Professional Accountabilities.
Dalam setiap tatanan, perawat professional harus mempunyai 6 tanggung jawab yang harus dilaksanakan (Chitty, 1997). Keenam tanggung jawab tersebut meliputi praktek keperawatan, peningkatan kualitas, riset, pendidikan (kompetensi), manajemen dan change agent. Setiap tanggung jawab tersebut mempunyai bobot yang sama untuk dikerjakan, tergantung jabatan yang diemban, misalnya sebagai staf perawat mempunyai tanggung jawab utama dalam lingkup pemberian asuhan keperawatan dan peningkatan kualitas. Mereka juga mempunyai tanggung jawab lainnya, misalnya memberikan masukan kepada manajer, terlibat dalam penelitian, desiminasi dan aplikasi hasil penelitian. Berikut keenam tanggung jawab professional (professional accountabilities).
2.2.1 Praktek keperawatan.
Tanggung dalam praktek keperawatan professional adalah mendefinisikan standard asuhan ; standard praktek ; mendefinisikan standard penampilan (kerja/kejelasan posisi dan harapan) ; mengelola kolaborasi antar disiplin ilmu ; mendefinisikan criteria pengembangan karier ; menyeleksi dan mengelola kerangka konsep tentang system pemberian asuhan keperawatan (Chitty, 1997).
2.2.2 Peningkatan kualitas
Tanggung jawab perawat professional dalam meningkatkan kualitas adalah mengembangkan instrument dan metode untuk aplikasi yaitu standard ; mengembangkan dan merencanakan peningkatan secara kontinyu melalui kelompok atau individu untuk menyelesaikan masalah ; dan mengintegrasikan “unit based” kegiatan peningkatan kualitas (Chitty, 1997).
2.2.3 Penelitian.
Tanggung jawab perawat dalam penelitian adalah menyeleksi topic riset keperawatan terkini di lingkungan tempat kerja dan mendefinisikan kesempatan atau peluang riset keperawatan (Chitty, 1997).
2.2.4 Pendidikan (kompetensi).
Tanggung jawab perawat professional dalam pendidikan (kompetensi) yaitu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran ; mengevaluasi kebutuhan dan pengembangan kompetensi program pendidikan ; mengukur hasil program pendidikan keperawatan ; mengelola hubungan baik antara institusi pendidikan dan pelayanan ; memonitor efektifitas komunikasi perawat dan mengembangkan intervensi untuk pengembangan yang diperlukan dan memahami masing-masing individu mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensinya (Chitty, 1997).
2.2.5 Manajemen
Tanggung jawab professional adalah mengkoordinir, mengalokasikan dan mengelola sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, manajemen informasi system dalam memberikan asuhan keperawatan ; menciptakan situasi kerja yang kondusif (Chitty, 1997).
2.2.6 Change agent.
Tanggung jawab utamanya adalah mempunyai inisiatif dan berani mengambil resiko yang diperlukan oleh “entrepreunership” (Chitty, 1997).
2.3 Kurikulum Inti Pendidikan Ners Di Indonesia (Program B).
Pendidikan ners adalah pendidikan yang bersifat akademik-profesi yang dalam pelaksanaannya terdiri dari 2 tahapan yaitu pendidikan akademik dan profesi (Dikti, Depdikbud, 1998). Program pendidikan ini mengacu pada paradigma keperawatan yang disepakati di Indonesia dan mempunyai landasan ilmu pengetahuan dan landasan keprofesian yang kokoh. Pada pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh sifat runtun pada proses pemahaman dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Pada program pendidikan profesi terdapat masa penyesuaian professional bagi peserta didik dalam bentuk pengalaman belajar klinik dan pengalaman belajar lapangan, dengan menggunakan tatanan pelayanan kesehatan nyata khususnya pelayanan keperawatan (Dikti, Depdikbud, 1998).
2.3.1 Orientasi pendidikan ners.
Dengan mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan khususnya keperawatan serta perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangungan kesehatan di masa datang serta bertolak dari tujuan pendidikan ners, pengembangan dan pembinaan pendidikan ners di Indonesia yang berorientasi pada IPTEK serta kepada masyarakat (Dikti, Depdikbud, 1998).
1. Orientasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan ners berorientasi kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, bermakna bahwa institusi pendidikan keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan khsususnya keperawatan. Melalui kurikulum pendidikan khususnya materi pendidikan dan berbagai bentuk pengalaman belajar yang dilaksanakan di dalam suatu lingkungan belajar yang lengkap dengan fasilitas pendidikan yang diperlukan memungkinkan peserta didik mengikuti dan menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan/kesehatan dengan baik sehingga dapat ditumbuhkan dan dibina sikap dan kemampuan akademik-profesional pada peserta didik.
2. Orientasi masyarakat. Pendidikan ners berorientasi kepada masyarakat, memberikan arahan bahwa program pendidikan diorientasikan kepada tuntutan kebutuhan masyarakat sekarang dan akan datang. Kurikulum pendidikan disusun dengan bertolak dari tujuan pendidikan yang diturunkan dari tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangunan kesehatan di masa datang, dengan tetap memperhatikan pandangan dan tuntutan keprofesian di bidang keperawatan.
2.3.2 Kerangka konsep pendidikan ners.
Bertolak dari tujuan pendidikan ners dan orientasi pendidikan maka pendidikan ners disusun berdasarkan kerangka konsep yang kokoh, yang mencirikannya sebagai profesi, seperti berikut (Dikti Depdikbud, 1998) :
1. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan menguasai kelompok ilmu pengetahuan keperawatan dan berbagai teknik dalam keperawatan, dicapai secara bertahap dan sistematis melalui berbagai bentuk pengalaman belajar, dalam lingkungan belajar dengan masyarakat akademik dan iklim akademik yang kondusif.
2. Menyelesaikan masalah secara ilmiah. Ini ditumbuhkan dan dibina sejak dini melalui rangkaian berbagai bentuk pengalaman belajar secara terintegrasi. Hal ini merupakan landasan utama menumbuhkan dan membina kemampuan memahami dan menerapkan proses keperawatan yang merupakan metode utama yang digunakan ners dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
3. Sikap, tingkah laku dan kemampuan professional. Sikap dan kemampuan professional merupakan landasan utama dalam melaksanakan pelayanan dan atau asuhan dengan berpedoman pada etika profesi keperawatan, dalam kehidupan keprofesian dan mengembangkan diri selanjutnya daeri seorang sarjana keperawatan.
4. Belajar aktif dan mandiri. Kemauan dan kemampuan belajar aktif dan mandiri, menuju terbinanya kemampuan mengarahkan, belajar sendiri dan berlanjut, dibina sejak dini pada awal pendidikan dan meningkatkan secara bertahap sampai akhir pendidikan.
5. Pendidikan di masyarakat. Sikap dan kemauan professional seorang sarjana keperawatan yang dituntut untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat, ditumbuhkan dan dibina sepanjang proses pendidikannya melalui berbagai bentuk pengalaman belajar yang dilaksanakan dan dikembangkan di masyarakat.
2.3.3 Struktur kurikulum pendidikan ners : kelompok ilmu, cabang ilmu dan beban studi.
Diktik Depdikbud, (1998) menyatakan bahwa bertolak dari tujuan pendidikan, orientasi pendidikan dan kerangka konsep pendidikan maka disusun kurikulum inti ners untuk program B. Pendidikan ners Program B menerima lulusan akademi keperawatan. Dengan demikian kurikulum pendidikan disusun dengan bertolak dari kompetensi, dengan besar beban studi pada kurikulum lengkap 87 sks dan masa pendidikan 5 semester. Beban studi pada kurikulum inti adalah 80 % dari kurikulum lengkap yaitu 70 sks yang terdiri dari 50 sks program akademik dan 20 sks program profesi. Program pendidikan ners merupakan satu kesatuan utuh yang terdiri dari tahapan akademi dan tahapan profesi (Dikti, Depdikbud, 1998).
Berikut kelompok ilmu, cabang ilmu dan beban studi pada kurikulum inti program pendidikan ners, yaitu (Dikti, Depdikbud, 1998) :
1. Kelompok humaniora, filsafat, metodologi, etika dan hukum kesehatan. Kelompok ini merupakan landasan pengajaran dan penerapan, khususnya sebagai penggabung kelompok-kelompok ilmu lain pada program pendidikan ners. Meliputi filsafat 1 sks ; etika dan hukum 1 sks.
2. Kelompok ilmu alam dasar. Merupakan landasan pemahaman konsep dan teori tentang alam dan kehidupan, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan. Mencakup : biologi 2 sks ; fisika keperawatan 1 sks.
3. Kelompok ilmu sosial. Merupakan landasan pemahaman aspek sosiologi yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Meliputi ilmu social dan masalah kesehatan 1 sks ; ilmu politik 1 sks.
4. Kelompok ilmu biomedik. Merupakan landasan pemahaman tentang berbagai konsep dan teori yang berhubungan dengan struktur dan fungsi manusia sehat serta berbagai bentuk kemungkinan penyimpangan, mulai dari tingkat manusia utuh hingga tingkat sub seluler. Mencakup fisiologi 3 sks ; biokimia 3 sks ; patologi 1 sks dan farmakologi 1 sks.
5. Kelompok ilmu kesehatan masyarakat. Merupakan landasan pemahaman tentang konsep-konsep kesehatan masyarakat khususnya yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Mencakup epidemiologi 1 sks ; demografi dan statistika kesehatan 1 sks ; manajemen kesehatan 1 sks ; biostatistik 2 sks.
6. Kelompok ilmu kedokteran klinik. Memberikan landasan pemahaman tentang berbagai bentuk kelainan atau penyimpangan fungsi system organ dan pengelolaannya, khususnya yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Mencakup ilmu bedah 1 sks ; ilmu penyakit dalam 1 sks ; ilmu kesehatan anak 1 sks ; obstetric dan ginekologi 1 sks ; psikiatri 1 sks.
7. Kelompok ilmu keperawatan dasar. Kelompok ini memberikan landasan pemahaman tentang konsep dan teori keperawatan. Mencakup riset keperawatan 2 sks ; konsep dasar keperawatan 2 sks ; pendidikan dalam keperawatan 2 sks ; komunikasi keperawatan 2 sks ; manajemen keperawatan 4 sks.
8. Kelompok ilmu keperawatan klinik. Memberikan landasan pemahaman tentang berbagai bentuk masalah keperawatan, dan berbagai cara pengelolaannya dalam bentuk metode intervensi atau tindakan keperawatan pada asuhan keperawatan. Mencakup keperawatan medikal bedah 7 sks ; keperawatan maternitas 4 sks ; keperawatan kesehatan anak 4 sks ; keperawatan jiwa 4 sks ; keperawatan gawat darurat 3 sks.
9. Kelompok ilmu keperawatan komunitas. Memberikan landasan pemahaman tentang bentuk masalah keperawatan di masyarakat termasuk masalah usia lanjut serta cara pengelolaannya. Mencakup keperawatan komunitas 4 sks ; keperawatan keluarga 4 sks dan keperawatan gerontik 3 sks.
2.4 Kurikulum Institusi Program Pendidikan Ners PSIK FK UNAIR
Dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan keperawatan, maka dituntut partisipasi aktif dari semua pihak khususnya FK UNAIR, mempunyai peran dalam melaksanakan dan mengembangkan fungsi perguruan tinggi. Sebagai bentuk peran aktif FK UNAIR, maka telah diselenggarakan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan (Program Pendidikan Ners). Terhitung mulai tanggal 7 April 1999 PSIK FK UNAIR telah dibuka dan sekaligus melaksanakan kurikulum ners 1999. Perlu diinformasikan bahwa kurikulum tersebut adalah kurikulum program pendidikan ners sebagai hasil penyempurnaan kurikulum PSIK yang ada. Program pendidikan ners adalah pendidikan yang bersifat akademik dan profesi. Pada program pendidikan profesi terdapat masa penyesuaian profesional bagi peserta didik dalam bentuk pengalaman belajar klinik dan lapangan dengan menggunakan tatanana nyata, khususnya pelayanan keperawatan.
2.4.1 Visi dan Misi Pendidikan.
Visi program pendidikan ners PSIK FK UNAIR adalah peningkatan kualitas tenaga keperawatan yang profesional, berorientasi pada perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat dalam menghadapi era kesejagatan dengan berlandaskan pada dasar negara dan etika keperawatan.
Sedangkan misi progran pendidikan ners PSIK FK UNAIR adalah :
1. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan profesional.
Menghasilkan sumber daya manusia yang :
a. Berbudi pekerti luhur dan mempunyai iman dan takwa yang kokoh.
b. Mempunyai kemampuan profesional keperawatan (intelektual, teknikal dan interpersonal) dalam melaksanakan perannya.
c. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dalam menyelesaikan masalah kesehatan/keperawatan individu, keluarga dan masyarakat melalui proses keperawatan.
d. Mampu bersaing dengan SDM lulusan regional, nasional dan internasional.
e. Mampu menerapkan teknologi tepat guna.
f. Menguasai bahasa asing minimal Bahasa Inggris.
2. Menyelenggarakan penelitian.
Menghasilkan produk penelitian :
a. Sesuai ilmu dan perkembangan keperawatan di tingkat regional, nasional dan internasional.
b. Meliputi penelitian dasar, terapan dan kebijakan khususnya bidang keperawatan dasar, keperawatan klinik dan keperawatan komunitas.
c. Berkualitas dan terus ditingkatkan sehingga unggul di tingkat regional, nasional dan internasional.
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat.
Menghasilkan PKM :
a. Meningkatkan keterpaduan peran keperawatan dan fungsi PKM.
b. Memberdayakan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan atau keperawatan dengan penekanan pada upaya preventif dan promotif.
c. Memberikan bantuan layanan konsultatif tentang keperawatan kepada masyarakat.
d. Menerapkan pendekatan model asuhan keperawatan keluarga yang profesional dengan mengaktifkan peran keluarga dalam memberikan asuhan.
e. Teknologi tepat guna dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
2.4.2 Tujuan Pendidikan Ners.
1. Tujuan pendidikan.
Mendidik peserta melalui proses belajar menyelesaikan suatu kurikulum, sehingga mempunyai cukup pengeetahuan, ketrampilan dan sikap untuk :
a. Melaksanakan profesi keperawatan secara akontabel dalam suatu sistem pelayanan kesehatan sesuai kebijaksanaan umum pemerintah yang berlandaskan Pancasila, khususnya asuhan keperawatan dasar sampai dengan tingkat kerumitan tertentu secara mandiri kepada individu, keluarga dan komunitas berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan.
b. Mengelola pelayanan keperawatan profesional tingkat dasar secara bertanggung jawab dan menunjukkan sikap kepemimpinan.
c. Mengelola kegiatan penelitian keperawatan dasar dan terapan yang sederhana dan menggunakan hasil serta perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu dan jangkauan asuhan keperawatan.
d. Aktif dalam mendidik dan melatih calon perawat dan tenaga keperawatan.
e. Mengembangkan diri secara terus menerus.
f. Memelihara dan mengembangkan kepribadian serta sikap sesuai etika keperawatan.
g. Berfungsi sebagai anggota masyarakat yang kreatif, produktif, terbuka menerima perubahan, serta berorientasi ke depan.
2. Tujuan program keprofesian.
Mempersiapkan mahasiswa melalui penyesuaian profesional dalam bentuk pengalaman belajar klinik dan lapangan secara komprehensif, sehingga memiliki kemampuan profesional sebagai berikut :
a. Menerapkan konsep, teori dan prinsip ilmu perilaku, ilmu sosial, ilmu biomedik dan ilmu keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
b. Melaksanakan asuhan keperawatan masalah sederhana hingga masalah rumit secara tuntas melalui pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai batas kewenangan, tanggung jawab dan kemampuannya serta berlandaskan etika keperawatan.
c. Mendokumentasikan seluruh proses keperawatan.
d. Mengelola pelayanan keperawatan tingkat dasar secara bertanggung jawa dengan menunjukkan sipa kepemimpinan.
2.4.3 Uraian Mata Kuliah Pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan FK UNAIR.
1. Filsafat Ilmu Keperawatan.
Merupakan dasar untuk melakukan penalaran yang tepat dan berpikir secara mandiri, logis, kritis dan analitis. Cabang ilmu ini memiliki landasan yang sangat diperlukan untuk mengikuti perkuliahan selanjutnya khususnya keperawatan.
Tujuannya adalah mahasiswa dapat menggunakan logika dalam berpikir dan memiliki kemampuan merumuskan pemikiran mereka dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
2. Bahasa Inggris dalam Keperawatan
Mata kuliah ini ditujukan pada tata bahasa, susunan kalimat, perbendaharaan kata yang memungkinkan peserta didik berkomunikasi dengan orang lain dan menerapkan nursing terminology dan nursing care dalam kegiatan sehari-hari dan membaca referensi keperawatan yang dibutuhkan dalam pendidikan.
Tujuannya adalah menerapkan aturan tata bahasa dan susunan bahasa baik lisan maupun tulisan, menuliskan dan menyebutkan bagian-bagian tubuh, menyebutkan dan menuliskan instrument, prosedur keperawatan dan bagian/ruangan dengan benar, memahami dan menggunakan bahasa Inggris dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien lisan maupun tulisan.
3. Fisika Keperawatan.
Merupakan bagian dari kelompok ilmu alam dasar. Penerapan ilmu fisika dalam keperawatan berfokus pada memahami prinsip-prinsip gejala fisis yang terkait dengan manusia dan lingkungannya, yang digunakan dalam praktek keperawatan.
Tujuan mata kuliah ini adalah setelah menyelesaikannya, mahasiswa mampu menerapkan hukum-hukum utama mekanika, termodinamika, energi gelombang, listrik dan fisika radiasi yang digunakan dalam praktek keperawatan dengan mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan.
4. Biologi Keperawatan.
Penerapan biologi dalam keperawatan berfokus pada pemahaman konsep lingkungan, metoda dan etika ilmu, ciri kehidupan dari bentuk sederhana hingg yang lebih kompleks, mulai dari satuan sel terkecil sampai besar (tubuh), perkembangan organisme (struktur dan fungsi), genetika dan reproduksi, prinsip imunologi, perkembangan biologi yang digunakan dalam praktek keperawatan.
Tujuannya adalah mahasiswa mampu menerapkan konsep-konsep biologi yang digunakan dalam praktek keperawatan dengan mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan.
5. Ilmu Sosial dan Politik Keperawatan.
Fokus pada perbedaan masyarakat yang didasarkan atas ciri fisik, sosial ekonomi, budaya dan psikologi. Pembahasan meliputi perawatan kesehatan yang berfungsi untuk memberikan keperawatan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Hubungan timbal balik individu sebagai makhluk sosial dengan keluarga dan masyarakat, ditinjau dari fungsi dan struktur masing-masing. Konsep dasar yang diberikan membantu mahasiswa identifikasi faktor pendukung dan penghambat yang menyenangi, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan.
Tujuannya adalah mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar dalam ilmu sosial dan politik, menerapkan konsep dasar kebijakan publilk dalam sistem pelayanan keperawatan dan menyusun rencana keperawatan yang memperhatikan faktor sosial politik secara keseluruhan.
6. Fisiologi.
Mata kuliah dirancang agar peserta didik dapat memahami fungsi/faal tubuh dalam keadaan normal pada berbagai tingkat usia dan mampu mengaitkan berabagai fungsi/faal tersebut sebagai suatu sistem yang berperan dalam mekanisme homestasis.
Tujuannya adalah mahasiswa mampu memahami berbagai fungsi/faal tubuh dalam keadaan normal, memahami perubahan fungsi/faal tubuh pada berbagai tingkat usia dan menilai kondisi atau tingkat kesehatan berdasar parameter faal tubuh tertentu.
7. Biokimia
Merupakan bagian dari kelompok ilmu biomedik. Penerapan ilmu ini pad keperawatan berfokus pada pemahaman tentang biokimia jaringan, sistem protein, enzim dan koenzim, pencernaaan, absorpsi dan detoksikasi, oksidasi biologis, siklus Krebs, metabolisme karbohidrat, lipid, asam amino dan nukleotida purin dan pirimidin yang terjadi dalam tubuh manusia dan diperlukan dalam praktek keperawatan.
Tujuannya adalah setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa mampu memahami proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh secara fisiologis maupun patologis serta faktor yang mempengaruhinya dan menerapkan dalam praktek keperawatan sesuai dengan perkembangan IPTEK keperawatan.
8. Patologi Klinik Untuk Perawat
Merupakan bagian dari kelompok ilmu praklinik. Penerapan ilmu ini pada keperawatan berfokus pada pemahaman tentang pemeriksaan laboratorium pada struktur dan fungsi sel, jaringan dan organ tubuh manusia, darah, urine dan cairan lainnya.
Tujuan adalah mahasiswa mampul cara pemeriksaan, membaca dan menentukan kelainan yang terjadi sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan masalah keperawatan.
9. Patofisiologi Untuk Perawat.
Fokus pada pemahaman perubahan struktur sel atau jaringan pada berbagai penyakit/kelainan yang sering dijumpai. Dengan pengertian bahwa perubahan pada tingkat seluler merupakan dasar timbulnya kelainan patologik pada jaringan, organ, kelainan laboratorik dan gejala penyakit yang merupakan dasar pemikiran untuk pengobatan perawatan dan menentukan prognosis.
Tujuannya adalah mahasiswa mampu menjelaskan hubungan perubahan tingkat sel dengan perubahan tingkat jaringan akibat trauma, proses degenerasi, radang, infeksi, gangguan sirkulasi dan neoplasma, menjelaskan etiopatogenesis dan perjalanan penyakit, kelainan organ atau sistem tubuh, menjelaskan hubungan antara perubahan struktur jaringan dengan gejala klinik dan prognosis penyakit, menjelaskan indikasi pengambilan dan cara pengiriman bahan pemeriksaan, menjelaskan perubahan jaringan pada proses penyembuhan dan mengenal aspek patologik penyakit untuk menentukan ruang lingkup penelitian di bidang kesehatan.
10. Farmasi Untuk Perawat.
Penerapan ilmu ini pada keperawatan berfokus pada peran perawat dalam pengelolaan dan pemberian obat, jenis obat dan cara kerjanya serta efek obat terhadap tubuh yang berkaitan dengan praktek keperawatan atau merupakan bagian integral dalam rencana pengobatan dalam asuhan keperawatan.
Tujuannya adalah mahasiswa mengerti pengobatan yang rasional dengan berpedoman pada falsafah lima tepat, memahami dimana dan bagaimana obat bekerja, memahami efek terapi, mengerti akibat sampingan obat serta upaya penanggulangannya, memahami cara pemberian obat, dosis, efek obat secara individu, mengerti kemungkinan terjadinya interaksi obat dengan obat dan atau dengan makanan atau minuman serta memahami masalah obat alami, obat tradisional, pengobatan alternatif.
11. Psikoneuroimunologi Untuk Perawat.
Mata kuliah ini dirancang untuk menumbuhkan pemahaman mahasiswa bahwa sikap dan perilaku perawat yang sejuk dan ramah sangat membantu peningkatan kualitas ketahanan tubuh dan proses penyembuhan pasien dengan menggunakan konsep psikoneuroimunologi. Selain itu menggunakan konsep ini pada penelitian kaitan perilaku perawat dengan kualitas pelayanan kesehatan.
Tujuannya adalah diharapkan dapat mengetahui, memahami dan memanfaatkan konsep psikoneuroimunologi untuk meningkatkan kualitas pelayanan perawat yang membantu proses penyembuhan pasien.
12. Ilmu Komunitas.
Mata ajar ini membahas tentang konsep kesehatan komunitas seperti kesehatan lingkungan, gizi, konsep sebab akibat penyakit, angka kematian dan kelahiran sehingga mahasiswa mampu menerapkannya dalam tatanan nyata di masyarakat dengan mempertimbangkan hubungan kesehatan individu dengan masyarakat (PSIK FK UNAIR, 2001).
13. Pemeriksaan Fisik Untuk Perawat.
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa mampu menyusun riwayat keperawatan melalui pendekatan anamnesa, observasi tanda-tanda vital, melakukan pemeriksaan fisik (inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi) pada semua bagian tubuh mulai dari kepala sampai kaki (head to toe) dalam melaksanakan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan.
2.5 Praktek Keperawatan Profesional.
2.5.1 Pengertian praktek keperawatan professional.
Kelompok Kerja Keperawatan Konsorsium Ilmu Kesehatan (1992) mendefinisikan praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional melalui kerjasama bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkung wewenang dan tanggung jawabnya. Perawat professional pada pengertian di atas adalah perawat ahlia madya, perawat ahli, ners, ners spesialis dan ners konsultan yang pendidikan keperawatannya berasal dari jenjang pendidikan tinggi keperawatan (Ma’rifin Husin, 1999).
Praktek keperawatan professional sebagai tindakan keperawatan professional menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku, social dan ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengakajian, menentukan diagnosa keperawatan, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan evaluasi hasil-hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Malkemes, L. C. 1983 seperti yang dikutip oleh Kusnanto, (2000) mengatakan bahwa praktek keperawatan professional adalah suatu proses dimana ners terlibat dengan klien, dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan klien diidentifikasi dan diatasi.
2.5.2 Fokus praktek keperawatan professional.
Focus utama keperawatan saat ini adalah kesehatan masyarakat dengan target populasi total. Manusia tidak dipandang hanya dari aspek fisik tetapi dipandang sebagai makhluk yang holistic yang terdiri atas biopsiko-sosio cultural dan spiritual. (Kozier, erb, 1990). Tujuan praktek keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985) harus diupayakan pada pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, keluarga dan masyarakat, perawatan diri, dan peningkatan kepercayaan diri (Kusnanto, 2000).
Menurut Kozier, erb, (1990), praktek keperawatan meliputi empat area yang terkait dengan kesehatan, yaitu :
1. Peningkatan kesehatan (health promotion). Dalam kegiatan ini perawat membantu masyarakat mengembangkan sumber-sumber atau meningkatkan kesejahteraan/kesehatannya. Tujuan kesehatan yang ingin diwujudkan adalah mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Pemeliharaan kesehatan (health maintenance). Perawat melakukan aktivitas untuk membantu masyarakat mempertahankan status kesehatannya.
3. Pemulihan kesehatan (health restoration). Perawat membantu pasien meningkatkan kesehatan setelah pasien memiliki masalah kesehatan/penyakit.
4. Perawatan orang menjelang ajal. Perawat memberikan rasa nyaman dan merawat orang dalam keadaan menjelang ajal. Kegiatan dapat dilakukan di rumah sakit, rumah dan fasilitas kesehatan yang lain.
Lingkup praktek keperawatan pada dasarnya sangat berkaitan dengan kompetensi lulusan pendidikan keperawatan yang diharapkan mampu berperan atau mengembang fungsi perawat professional baik sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, pengelola maupun peneliti.
2.5.3 Asuhan Keperawatan.
Menurut Gartinah, dkk. (1999) asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama perawat – klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat, B. A, 1992). Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses keperawatan, mendemonstrasikan tanggung gugat dan tanggung jawab pada klien sehingga kualitas praktek keperawatan dapat meningkat. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosis, merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan. Pemakaian proses keperawatan secara tepat pada praktek keperawatan akan memberi keuntungan pada klien dan perawat. Kualitas asuhan keperawatan diharapkan dapat ditingkatkan (Keliat, B. A. 1992).
2.6 Standar Praktek Keperawatan.
2.6.1 Pengertian
Standar adalah suatu pernyataan diskriptif yang menguraikan penampilan kerja yang dapat diukur melalui kualitas struktur, proses dan hasil (Gillies, 1989). Standar merupakan pernyataan yang mencakup kegiatan-kegiatan asuhan yang mengarah kepada praktek keperawatan profesional (ANA,1991)
Standar praktek keperawatan adalah suatu pernyataan yang menguraikan suatu kualitas yang diinginkan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan untuk pasien (Gillies, 1989). Fokus utama standar praktek keperawatan adalah pasien. Digunakan untuk mengetahui proses dan hasil pelayanan keperawatan yang diberikan dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan. Melalui standar praktek dapat diketahui apakah intervensi atan tindakan keperawatan itu yang telah diberi sesuai dengan yang direncanakan dan apakah pasien dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
2.6.2 Tujuan Standar Praktek Keperawatan
Secara umum standar praktek keperawatan ditetapkan untuk meningkatkan asuhan atau pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau proses pada usaha pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan. Penyusunan standar praktek keperawatan berguna bagi perawat, rumah sakit/institusi, pasien, profesi keperawatan dan tenaga kesehatan lain (Depkes RI, 1994).
1. Bagi Perawat. Standar praktek keperawatan digunakan sebagai pedoman untuk membimbing perawat dalam penentuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan teradap klien dan perlindungan dari kelalaian dalam melakukan tindakan keperawatan dengan membimbing perawat dalam melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan benar.
2. Rumah sakit. Dengan menggunakan standar praktek keperawatan akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan dapat menurun dengan singkat waktu perawatan di rumah sakit.
3. Pasien. Dengan perawatan yang tidak lama maka biaya yang ditanggung pasien dan keluarga menjadi ringan.
4. Profesi. Sebagai alat perencanaan untuk mencapai target dan sebagai ukuran untuk mengevaluasi penampilan, dimana standar sebagai alat pengontrolnya.
5. Tenaga kesehatan lain. Untuk mengetahui batas kewenangan dengan profesi lain sehingga dapat saling menghormati dan bekerja sama secara baik.
2.6.3 Standar Praktek Keperawatan
Standar praktek keperawatan menurut PPNI 2000 seperti yang dikutip oleh Kusnanto, (2001) adalah sebagai berikut :
1. Standar I : Pengkajian keperawatan
Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap dan dikumpulkan secara terus menerus. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua anggota tim kesehatan. Komponen pengkajian keperawatan meliputi:
(1) Pengumpulan data, kriterianya menggunakan format yang baku, sistematis, diisi sesuai item yang tersedia, aktual/terbaru, bsah/valid.
(2) Pengelompokan data dengan criteria data biologis, data psikologis, data social, data spiritual.
2. Standar II : Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien.
Adapun kriterianya:
(1) Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien.
(2) Dibuat sesuai dengan wewenang perawat
(3) Komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala/tanda (PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE)
(4) Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi.
(5) Bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien kemungkinan besar terjadi.
(6) Dapat ditanggulangi oleh perawat.
3. Standar III : Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan dan komponenya meliputi prioritas masalah ; tujuan asuhan keperawatan harus spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan ada batas waktunya ; dan rencana tindakan.
4. Standar IV : Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana indakan yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan kesehatan dengan mengikut sertakan pasien dan keluarganya.
5. Standar V : Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien.
Kriterianya : setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi, evaluasi akhir mengunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan, hasil evaluasi harus dicatat dan dikomunikasikan, evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain, evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
6. Standar VI : Catatan asuhan keperawatan
Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual.
Kriterianya dilakukan selama pasien dirawat ; dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan ; dilakukan segera setelah tindakan dilakukan ; penulisan harus jelas dan ringkas ; sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan ; dan menggunakan formulir yang baku.
2.7 Kerangka konsep.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penel.itian. Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskripsi yaitu identifikasi persepsi perawat tentang relevansi mata kuliah keperawatan dalam paktek keperawatan professional. Rancangan penelitiannya adalah “studi kasus” artinya rancangan penelitian yang mencakup mengkaji persepsi perawat (mahasiswa Program B PSIK FK Unair Surabauya) secara intensif.
Struktur Kurikulum Pendidikan Ners :
Kelompok humaniora, filsafat, metodologi, etika dan hukum kesehatan
Kelompok ilmu alam dasar
Kelompok ilmu sosial
Kelompok ilmu biomedik
Kelompok ilmu kesehatan masyarakat
Kelompok ilmu kedokteran klinik
Frame Work
Populasi, Sampel dan Sampling
Populasi.
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau obyek yang akan diteliti. (Notoatmojo, 1993). Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa PSIK FK Unair Surabaya Program B Angkatan I.
Sampel.
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan subyek yang diteliti dan dianggap mewakili keseluruhan populasi (Srikandi K, 1997). Jumlah sample pada penelitian ini adalah 20 % dari total mahasiswa angkatan I yaitu sebanyak 21 orang karena keterbatasan waktu bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Untuk menentukkan layak tidaknya sampel yang mewakili populasi untuk diteliti, ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karateristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam sampel ini adalah sebagai berikut :
- Mahasiswa PSIK Angkatan I Program B yang bersedia untuk diteliti dengan menandatangani surat persetujuan peserta penelitian
- Mahasiswa PSIK Angkatan I Program B yang sudah mengikuti praktek klinik keperawatan terpadu.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek dari penelitian karena berbagai sebab dengan atau kata lain tidak layak untuk diteliti atau tidak memenuhi kriteria inklusi pada saat penelitian berlangsung (Nursalam, 2000).
Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Burns & Grove, 1991). Dalam penelitian ini menggunakan “simple random sampling” yaitu pada sampling ini setiap elemen diseleksi secara random (acak), dimana semua mahasiswa diurutkan kemudian nomor urut ditulis pada secarik kertas, diletakkan di kotak, diaduk dan diambil secara acak.
Identifikasi Variabel
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Dalam penelitian ini variabelnya adalah variabel tunggal praktek keperawatan professional.
Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Parameter
Cara Pengukuran
Skala
Skore
Persepsi Perawat
Tanggapan atau penilaian terhadap ilmu keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standard keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
1. Kelompok ilmu humaniora terhadap proses keperawatan
2. Kelompok ilmu alam dasar terhadap proses keperawatan
3. Kelompok ilmu social terhadap proses keperawatan
4. Kelompok ilmu biomedik terhadap proses keperawatan
5. Kelompok ilmu kesehatan masyarakat terhadap proses keperawatan
6. Kelompok ilmu kedokteran klinik terhadap proses keperawatan
Kuesioner
Ordinal
1 = A (lebih dari 75)
2 = B (lebih dari 65 – 75)
3 = C (55 – 65)
4 = D (kurang dari 55)
A : sangat mendukung
B : mendukung
C : biasa-biasa saja
D : kurang mendukung
0-10 : tidak ada materi yang mendukung
11-20 : maksimal 3 materi mendukung
21-30: maksimal 5 materi
31-40 : materi sesuai
41-50 : materi sesuai tetapi belum menjumpai dalam kasus
51-60 : materi sesuai sebagian ditemukan dan tidak mengalami
61-70 : materi sesuai sebagian dan memberikan askep sebagian
71-80 : materi sesuai sebagian dan memberikan semua askep
81-90 : semua materi ada tetapi sebagian dapat dilakukan askep
91-100 : semua materi mendukung dan melaksanakan dalam askep
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini penyebaran kuesioner pada responden yang diteliti. Dari responden yang telah memenuhi kriteria inklusi, diberikan kuesioner yang berisi pertanyaan–pernyataan untuk dijawab. Selanjutnya data tersebut diolah dengan melakukan coding yaitu sangat menunjang, menunjang, biasa-biasa saja dan kurang mendukung. Kemudian dilakukan analisa untuk dengan menggunakan statistic distribusi frekuensi.
Masalah Etika
Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti mengajukan surat permohonan untuk mendapatkan rekomendasi dari FK Unair dan permintaan ijin kepada Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan FK Unair Surabaya. Setelah mendapatkan persetujuan barulah penelitian ini dilakukan dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi
Lembar Persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dari penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia, maka mereka harus menandatangani surat persetujuan penelitian. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak – haknya.
Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasian dan menjaga privacy dari masing-masing subyek, dalam lembar pengumpulan data tidak akan dicantumkan nama dan cukup dengan memberikan nomor kode.
Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden dijamin oleh peneliti. Hanya sekelompok data tertentu saja yang akan disajikan dan dilaporkan sebagai hasil riset.
Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Burn dan Grove,1991). Dalam penelitian ini, hambatan yang dihadapi peneliti adalah:
Instrumen pengumpulan data.
Dimana dirancang oleh penelitian sendiri tanpa melakukan uji coba, oleh karena itu validitas dan realibilitasnya masih perlu diujicoba.
Feasibility
Hambatan yang ditemukan adalah waktu yang singkat dan keahlian peneliti belum cukup dalam melaksanakan penelitian deskriptif.
Sampling.
Hambatan yang ditemukan adalah waktu yang singkat dan responden yang diteliti tempat tinggal yang berjauhan maka dalam penelitian ini jumlah sample yang diambil adalah 20 % dari mahasiswa yaitu 21 orang mahasiswa PSIK Program B angkatan I. Sehingga dalam hal ini jumlah sampel terbatas.
PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Rekan profesi keperawatan yang terhormat,
Salam dan Selamat Bertemu.
Nama saya Sabinus B. Kedang, Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Saya akan melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Keperawatan Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan : Studi Kasus Mahasiswa Program B PSIK FK UNAIR“.
Manfaat dari penelitian ini adalah mempelajari persepsi perawat tentang relevansi mata kuliah ilmu keperawatan terhadap praktek keperawatan professional sehingga dapat dipakai sebagai informasi tentang pengelolaan mutu pelayanan keperawatan pasien rawat inap di rumah sakit, untuk mengetahui kelompok ilmu keperawatan yang relevansi dengan praktek keperawatan profesional sekarang demi kemajuan profesi keperawatan dan bagi PSIK FK Unair Surabaya : sebagai sumber informasi bagi staf akademik keperawatan dalam memahami dasar-dasar penyusunan dan penerapan kurikulum pendidikan tinggi keperawatan yang selanjutnya menumbuhkembangkan komunitas ilmuwan keperawatan dan komunitas profesional keperawatan.
Untuk keperluan diatas saya mohon kesediaan rekan-rekan profesi untuk mengisi kuesioner dengan sejujur–jujurnya/apa adanya sesuai yang dialami (rasakan). Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas rekan sekalian. Untuk itu saya mohon agar tidak mencantumkan nama. Sebagai bukti kesediaan rekan seprofesi menjadi responden dalam peneltian ini, Saya mohon untuk menandatangani lembaran persetujuan yang telah saya siapkan.
Partisipasi rekan seprofesi dalam mengisi kuesioner ini sangat saya hargai dan mengucapkan terimakasih.
Surabaya, 11 Maret 2002
Hormat saya Peneliti
( Sabinus B. Kedang)
NIM : 01 993 0053 B
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Azrul, (1996), Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Barnum, B. J. (1994), Nursing Theory : Analysis, Application Evaluation, 4th ed. J.B. Lippincott Co. Philadelphia.
Chitty, K. K. (1997), Professional Nursing. Concepts and Challenge, 2nd ed. W.B. Saunders Co. Philadelphia.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (1998), Kurikulum Inti Pendidikan Ners di Indonesia (Program B), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Gaffar, J. L, (1999), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.
Gartinah, T. dkk, (1999), Keperawatan dan Praktek Keperawatan, DPP PPNI, Jakarta.
Gartinah, T, dkk., (1999), Standar Praktek Keperawatan Perawat Profesional (Perawat Teregister), DPP PPNI, Jakarta.
George, B. J. (1990), Nursing Theories : The Base of Professional Nursing Practice, 3th ed. Appletion and Lange, Connecticut.
Gillies, D.A. (1998), Nursing Management. A System Approach, 3th ed. W.B. Saunders Co. Philadelphia.
Husin, M. (1999), Pengembangan Keperawatan Sebagai Profesi Menghadapi Tuntutan Kebutuhan Masa Depan, CHS, Jakarta.
Kelompok Kerja Keperawatan – CHS, (1992), Pengembangan Pelayanan Keperawatan Profesional, Jakarta.
Kozier, B. Erb, G . and Blais, K. (1997), Professional Nursing Practice, Addison Wesley, California.
Kusnanto, (2000), Praktek Keperawatan Profesional dan Legislasi Keperawatan, DPP I PPNI Jawa Timur, Surabaya.
Kusnanto, (2001), Keperawatan Sebagai Suatu Profesi, Makalah Kuliah PSIK/DIV FK UNAIR, Surabaya.
LoBiondi, G and Haber, J. W. (1994), Nursing Research : Methods, Critical Appraisal and Utilization, Mosby, St. Louis.
Lilies, C. Taylor, C. and Le Mone, P. (1997), Fundamentals of Nursing : The Art and Science of Nursing Care, J.B. Lippinccott Co, Philadelphia.
Maleis, I. A. (1984), Theoritical Nursing, Development and Progressi, 3th ed. J. B. Lippincott Co, Philadelphia.
Marr, H and Giebing, H. (1994), Quality Assurance in Nursing : Concepts, Methods and Case Studies, Campion Press Limited, Edinburg.
Notoatmodjo, S. (1993), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Nurachma, E. (2000), Restrukturisasi Dalam Keperawatan, Majalah Keperawatan : Bina Sehat Vol. 003, Jakarta.
Nursalam, (2000), Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, C.V. Sagung Seto, Jakarta.
Nursalam, (2001), Trends-Issues Keperawatan Indonesia Dalam Proses Profesionalisasi, PSIK FK UNAIR, Surabaya.
Nursalam, (2001), Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktek, Salemba Medika, Jakarta.
Nursalam, (2002), Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kualitas dan Kemandirian Keperawatan Secara Profesional di Era Global, Makalah Seminar, Surabaya.
Poter, et al (1993), Fundamental of Nursing. Concepts, Process and Practice, 3th ed. Mosby Year Book, St. Louis.
PSIK FK UNAIR, Kurikulum Institusi. Program Pendidikan Ners Pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, Surabaya
Smet, B. (1994), Psikologi Kesehatan, PT Grasindo, Jakarta.
Selengkapnya...
PROPOSAL PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA AKPER UNMUH SURABAYA TERHADAP KEPEDULIAN PADA PENCEGAHAN HIV/AIDS
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat dan relevansi penelitian.
1.1 Latar Belakang
Hasil beberapa studi yang dilakukan oleh Jaringan Epidemologi Indonesia (1992) terhadap perawat dan siswa keperawatan menunjukkan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS sudah mencukupi,tetapi kesadaran terhadap resiko penularan HIV/AIDS dalam menjalankan tugas masih rendah,seperti mereka kurang mengerti tentang cara yang benar mensterilkan peralatan,dan belum diterapkannya universal precaution pada penanganan cairan tubuh. Hal ini disebabkan sebagian besar tenaga perawat dan siswa keperawatan belum mendapat informasi yang benar tentang HIV/AIDS,sumber informasi masih terbatas hanya dari media massa,peserta didik belum mendapatkan pelajaran tentang HIV/AIDS secara lengkap walaupun hal tersebut sudah terdapat dalam kurikulum.(Jaringan Epidemologi Indonesia,1992)
Penyakit AIDS yang disebabkan oleh human immunodefciency virus (HIV) sudah menyebar dengan cepat diberbagai bagian dunia dan WHO sudah mengatakan sebagai sebuah pandemi yang dapat mengancam kelestarian umat manusia(Hadi P.,dkk :15).Lebih mengerikan lagi,adalah informasi yang diperoleh dari pusat AIDS International atau Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard,Amerika Serikat yakni jumlah orang yang terinfeksi virus AIDS yang telah berkembang secara penuh akan terus meningkat sampai 10 kali lipat.(Rahardian Vrisuba,2001;17).
Penyakit AIDS bagaikan gunung es (ice berg phenomena) yang tampak hanya puncaknya saja.Operasionalnya ibarat salju yang menggelinding menerjang siapa saja yang tidak waspada.(Ghazali M.Amin,2001;129)
Menurut Prof.J.Man memperkirakan bahwa tahun 2005 akan terjadi ledakan AIDS.Perambahannya merupakan deret ukur plus dengan kecepatan setiap satu menit 3 orang terinfeksi pada tahun tersebut.Mereka yang terkena infeksi pada tahun tersebut mencapai 110 juta orang,artinya 1 diantara 50 penduduk terinfeksi HIV/AIDS.Di Indonesia saat ini, pengidap HIV adalah 80 – 120 ribu.Menurut laporkan Depkes RI sejak tahun 1987 hingga Maret 2002 ada 2.876 kasus HIV/AIDS.(Jawa Post,Sabtu 15 Juni 2002;15)
Keganasan dan bahaya AIDS,sangat mengerikan dan tidak berampun,terutama karena ia selalu akan menjatuhkan vonis mati,kepada siapa saja yang telah menjadi korbannya.(Rahardian Vrisuba,2001;32) Hebatnya AIDS di samping mematikan juga merupakan penyakit yang berlabel eksekutif,mahal perawatannya.
Kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS sangat tergantung pada pengetahuan dan sikap,perilaku dan faktor-faktor lain yang terkait.Sebagai tenaga keperawatan (mahasiswa keperawatan) yang merupakan barisan terdepan serta mempunyai peran sangat besar dalam melawan HIV/AIDS (Dewit,1998;183), oleh karena itu tenaga keperawatan harus dibekali dengan pengetahuan dan sikap
serta perilaku yang menunjang pelaksanaan tugasnya di masyarakat khususnya dalam hal pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Dengan melihat fenomena-fenomena diatas,perlu adanya penelitian tentang pengetahuan dan sikap mahasiswa Akademi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya terhadap kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pernyataan Masalah
Sehubungan dengan berbagai permasalahan diatas,peneliti ingin mengetahui tentang pengethuan dan sikap mahasiswa tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Surabaya.
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1) Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap pencegahan dan penanggulanagn HIV/AIDS
2) Darimana informasi tentang HIV/AIDS yang diperoleh mahasiswa
3) Bagaimana kepedulian mahasiswa terhadap pencegahan HIV/AIDS dan bentuk kegiatan
4) Apa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
1.2.2 Pertanyaan Masalah
1) Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap pencegahan dan penanngulangan HIV/AIDS?
2) Darimanakah informasi HIV/AIDS yang diperoleh mahasiswa?
3) Bagaimanakah kepedulian mahasiswa terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan bentuk kegiatan?
4) Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa Akper Unmuh Surabaya terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui sumber informasi tentang HIV/AIDS dari mahasiswa
2) Mengetahui pengetahuan mahasiswa tentang HIV/AIDS
3) Mengetahui kepedulian mahasiswa terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di masyarakat
4) Mengetahui ada tidaknya adanya hubungan pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi
1) Dapat mengetahuan pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
2) Dapat menentukan strategi untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di kampus
1.4.2 Bagi PSIK
Adapun manfaat penelitian ini bagi PSIK FK Unair adalah dapat menjadikan masukan perbandingan teori dan kenyataan dalam kaitannya dengan pengetahuan dan siakp terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
1.4.3 Bagi Peneliti
Adapun manfaat bagi peneliti ini adalah menjadikan suatu masukan dan merupakan pengalaman tentang pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.Untuk membuktikan bahwa pengetahuan yang cukup dapat menentukan dapat menentukan sikap yang positif atau menunjang kesehatan dalam ilmu pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku
1.5 Relevansi
AIDS,merupakan sindrom yang fatal ini telah melanda dunia dan mengancam eksistensi manusia, serta terjadi peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Mengingat kesadaran terhadap resiko penularan HIV/AIDS dalam menjalankan tugas masih rendah,seperti kurang mengerti cara yang benar mensterilkan peralatan,dan belum diterapkanya universal precaution serta penanganan cairan secara benar, mengingat Surabaya adalah Kota Metropolitan kedua di Indonesia,sangat potensial akan terjadi peningkatan HIV/AIDS.Penelitian ini relevan dengan masalah tersebut,terutama mengenai pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS,dengan demikian diharapkan dengan pengetahuan yang cukup dan sikap yang baik mahasiswa keperawatan dapat ikut mencegah HIV/AIDS.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Pada bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi (1) konsep dasar tentang AIDS,(2) Pengetahuan,dan Sikap.
2.1 Konsep Dasar tentang AIDS
2.1.1 Pengertian AIDS
AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV.Dalam bahasa Indonesia dialihkan sebagai sindrom cacat kekebalan tubuh dapatan.(Depkes RI,1997;17)
2.1.2 Cara transmisi
HIV ditransmisikan dengan cara terbatas,antara lain melalui kontak seksual,komponen darah,dan secara perinatal.(Peter dan Esther,1997;615)
HIV telah diisolasi dari sejumlah cairan tubuh,termasuk darah,saliva,urin,cairan serebrospinal,dan keringat.Virus HIV seringkali menginfeksi sel limfosit T helper (juga dikenal dengan nama T4+,CD4+,OKT4+).Walupun begitu temuan tersebut tidak berarti bagi kesehatan.Tidak ada bukti yang menyatakan bahwakontak dengan saliva atau air mata penderita dapat menyebabkan seseorang terinfeksi.(Richard dan Borucki,1997:9)
Kegiatan dan/atau perilaku yang dianggap mempunyai resiko tinggi dan seringkali adahubungannya dengan infeksi HIV antara lain hubungan seksual melalui vagina dan atau hubungan seksual melalui anal serta kegiatan seksual lainnya yang potensial dapat menyebabkan seseorang terinfeksi oleh HIV.Kegiatan seksual lain yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya infeksi HIV antara lain :
(1) Anilingus:menginduksi hubungan intim di daerah anal dengan menggunakan lidah.
(2) Cunnilingus: menginduksi hubungan intim di daerah vagina/klitoris dengan menggunakan lidah(resiko lebih tinggi saaat menstrulasi)
(3) Fellatio:menginduksi hubungan intim padadaerah genital pria dengan menggunakan lidah dan penghisapan (resiko lebih tinggi bila ejakulasi terjadi di dalam mulut)
(4) Fisting:memasukan atau meletakan tangan,kepalan tangan,ataupun lengan bawah ke dalam rektum atau vagina
(5) Urolagnia:menginduksi hubungan intim dengan cara mengeluarkan urin ke dalam kulit (lebih berisiko bila terdapat luka terbuka pada kulit,oral,vagina,atau rektum)
(6) Memakai benda-benda seks pada rektum dan/atau vagina
(7) Bergantian menggunakan jarum suntik dan penggunaan yang sering pada pecandu obat
(8) Penderita hemofillia dan mereka yang menerima transfusi darah terutama sebelum pertengahan tahun 1985
(9) Transmisi ibu-janin: wanita yang terinfeksi HIV menularkan HIV ke janin yang dikandungnya bak saat dalam kandungan maupun saat melahirkan (25% dari 35% kasus).
Kegiatan dan/atau perilaku yang dianggap mempunyai resiko rendah dan seringkali tak ada hubungannya dengan infeksi HIV antara lain:
(1) Transmisi okupasi: dari bukti yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa tenaga kesehatan mempunyai resiko kecil terhadap tansmisi okupasi(misalnya melalui jarum suntik) (kurang dari 0.4% atau 1:200).
(2) Kontak yang tak disengaja: tidak ada bukti yang menyatakan bahwa AIDS atau HIV dapat ditransmisikan melalui udara,makanan,air,cairan muntahan,arthrooda(nyamuk),atau melalui kontak yang tak disengaja (misal berpelukan atau berciuman).
2.1.3 Imunologi
Imunitas merupakan respon adaptif yang normal.Sistem imun ini melindungi tubuh dari invasi mikroba dan mencegah terjadinya proliferasi sel yang mengalami mutasi seperti yang terjadi pada pertumbuhan neoplasma.(Borucki,1997;17)
Saat ini pengetahuan mengenai sistem imun semakin meningkat melalui pengalan-pengalaman almi yang diperoleh dari individu yang mendapat gangguan pada sistem kekebalan tubuhnya baik itu yang diperoleh karena faktor herediter maupun karena kelainan kongenital.Dari pengalan-pengalaman tersebut diketahui bahwa perkembangan respon imun yang normal dapat terjadi dua perlengkapan senajata yang bekerja secara paralel,yang pertama Humoral dan yang lain adalah Seluler.Pengertian Humoral dan Seluler menyatakan bahwa sistem imun humoral bekerja melalui antibodi dan sistem imun seluler melaui sel di mana sebagian sel tersebut adalah sel T yang bersifat sitotoksik.(Borucki,1997;17)
Kedua persenjataan tersebut pada awalnya tergantung pada sel-sel untuk mengenali,memproses,dan mempresentasikan antigen-antigen asing.Antigen-presenting-cells (APCs) ini biasanya berasal dari monosit/atau makrofag dan mempunyai cara yang unik dalam mengenali dan memberikan reaksi terhadap berbagai antigen asing yang sebelumnya tidak dikenal.Antigen APCs sangat unik karena mereka dapat berrespon terhadap berbagai antigen asing.APCs menfagositosis antigen asing (bakteri,virus,parasit,sel-sel tumor,jaringan yang ditransplantasikan),memproses antigen tersebut kemudian memperlihatkan antigen tersebut pada permulaan sel mereka sehingga sel-sel respon imun yang lainnya (sel-sel B dan T) dapat mengenali antigen-antigen ini sebagai antigen asing .Setelah matang,sel B dan sel T akan mengenali antigen tersebut secara spesifik dan hanya bekerja menghadapi antigen itu saja.Kedua sel tersebut dapat saja berespon terhadap antigen yang mirip tetapi sama sekali tidak akan berespon terhadap antigen yang sangat berbeda dengan antigen target mereka.Kemampuan respon imun tubuh untuk mengenali berbagi macam antigen kemudian tergantung pada skenario yang diatas yang diulang terus-menerus sehingga tubuh mengenali setiap antigen asing yang baru.(Borucki,1997;17-18)
Sekali terstimulasi oleh interaksi APC,antigen asing dan berbagi macam modulator imun (interferon dan interleukin),sel-sel B mengalami transformasi dan membelah diri dalam proses ekspansi klonal.Selama proses maturasi berlangsung sel-sel B menjadi sel-sel plasma yang membawa imunoglobulin spesifik (suatu antibodi yang disingkat menjadi Ig atau Ab) pada permukaan selnya dan bila terangsang akan mensekresi imunoglobulin disekitar lingkungannya.Sel-sel plasma mungkin masih tetap belum bekerja selama respon awal sampai permukaan imunoglobulin mereka (surface imunoglobulins: sIg) berjumpa dengan antigen asing.Permukaan imunoglobulin sel-sel plasma dan imunoglobulin yang disekresikan bereaksi terhadap antigen yang sama.(Borucki,1997;18)
Secara keseluruhan,antibodi yang diketahui terdiri dari lima kelas yaitu IgG,IgM,IgA,IgD,dan IgE.Sebagian besar imunoglobulin yang bersirkulasi ke dalam darah adalah dari kelas IgG dan empat subkelasnya yaitu IgG1,IgG2,IgG3,dan IgG4.IgA disebut juga secretory Ab) merupakan imunoglobulin yang dominan berada di air liur,bronkus,dan bagian tubuh lain yang mensekresi mukus.Setelah mereka mengalami pemaparan pertama dengan satu antigen,imunoglobulin dari kelas IgM secara khusus muncul terlebih dahulu kemudian secara cepat diikuti oleh respon sekunder yang sama dengan ditunjukkan oleh antibodi dari kelas IgG.Kelas IgM merupakan antibodi dengan masa hidup yang pendek yaitu sekitar 6 enam bulan,sedang IgG mempunyai masa hidup yang lebih lama,biasanya sampai beberapa tahun.Pola kemunculan IgM yang timbul terlebih dahulu baru kemudian diikuti oleh IgG sering kali digunakan sebagai alat bantu dalam diagnostik,karena IgM akan muncul diawal proses infeksi akut dan hanya terdeteksi pada waktu yang pendek.IgD merupakan komponen terbesar dari imunoglobulin permukaan (sIg) sel B,dan IgE merupakan imunoglobulin efektor pada saat terjadi reaksi hipersensitivitas tipe 1 (immediate,alergi,anafilaksis).(Borucki,1997;18-19)
Respon imun seluler lebih bersifat komplek dan melibatkan komponen tiga macam populasi sel-sel T yang berbeda dengan fungsi yang berbeda pula yaitu helper kemudian supresor dan sitotoksik.Fungsi sel T helper dan supresor adalah membantu mengatur aktifitas respon efektor cell-mediated.(Borucki,1997;19)
Sel helper bekerja dengan meningkatkan atau memeprluas agresifitas respon cell-mediated (CMI).Penggolongan sel-sel T seringkali didasarkan pada penanda yang dibawa oleh sel tersebut dipermukaannya.Adanya penanda permukaan ini mengingatkan adanya fungsi yang berbeda pada subpopulasi dari sel-sel T;sebagai contoh,sebagian besar sel-sel T dengan aktifitas helper secara fenotip adalah sel-sel CD4.Sel-sel CD4 kemudian mewakili subpopulasi dari sel mediated respon imun.(Borucki,1997;19-20)
Virus penyebab imunodefisiensi pada manusia beriaktan dengan CD4 (OKT4) pada permulaan sel-sel CD4+ secara progresif terinfeksi oleh HIV,dan fungsi sel helper yang penting secara bertahap menghilang.HIV juga menginfeksi monosit atau makrofage,sel-sel yang mempresentasikan antigen dan selanjutnya memperlemah respon imun untuk bereaksi terhadap antigen-antigen baru (neoantigens) dengan mengganggu aktifitas sel-sel CD4 dan APC yang sangat penting dalam respon terhadap neoantigen.(Borucki,1997;20)
Sel-sel CD4 yang dapat ditekan tanpa adanya infeksi HIV,infeksi oleh virus serupa,atau karena sebab-sebab lain kondisi ini disebut limfositopenia TCD4+ Idiopatik atau ICL.ICL mempunyai sifat yang heterogen dalam hal pengaruhnya terhadap berbagai macam populasi dan menunjukkan maifestasi klinik yang berbeda ,kedua sifat tadi membuat ICL tidak sama dengan infeksi HIV dan AIDS.(Borucki,1997;20)
2.1.4 Etiologi dan Patogenesis
Human immunodefisiciency virus dianggap sebagai virus penyebab AIDS.Virus ini termasuk dalam famili retroviridae.(Borucki, 1997;23)
Nama retroviridae atau retrovirus diberikan pada jenis virus ini karena kemampuannya yang unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reserve transkripse,cara ini meruapakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein).Walupun pada awalnya retrovirus dididentifikasi keganasan,tetapi pada saat ini semakin jelas hubungannya dengan berbagai penyakit degeratif seperti AIDS.Retrovirus secara umum dibagi menjadi dua kelas yaitu transforming retroviruses (onkogenik) dan non transforming retroviruses (lentivirus).(Borucki,1997;23)
Bila dibandingkan dengan virus-virus yang lain,retrovirus sukar berpindah dari satu pejamu ke pejamu yang lainnya.Ketidakmampuan untuk berpindah ini mencerminkan labilitas yang besar pada virion.Semua jenis retrovirus dapat diinaktivasi dengan mudah oleh deterjan dalam kadar ringan,pemanasan ringan,pengeringan serta cairan dengan pH rendah,sedang atau tinggi.Oleh karena itu transmisi virus ini diperkirakan tidak dapat terjadi melalui kontak fisik kecuali bila terkena darah atau cairan tubuh lainnya (seperti saat terjadinya hubungan seksual),maupun dari ibu ke janin yang dikandungnya.Kebanyakan infeksi retrovirus termasuk HIV didahului oleh suatu periode laten yang berlangsung selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.Periode laten yang panjang ini sudah harus diduga terjadi pada virus yang cara transmisi utamanya adalah vertikal atau kontak intim,karena virus yang membunuh pejamunya sebelum dapat ditransmisi tidak adapat bertahan hidup lama di alam.(Borucki,1997;24-25)
Hasil studi terakhir menyebutkan bahwa pada periode laten di mana replikasi HIV dalam darah rendah ,replikasinya pada jaringan limfoid,termasuk kelenjar limfe,limpa,tonsil,dan adenoid,sangat tinggi.(Borucki,1997;25)
Selanjutnya,dari bukti epidemologi awal pada penderita AIDS diperkirakan adanya agen yang dapat dipindahkan mungkin dalam bentuk virus,terutama semenjak diketahui bahwa cara transmisinya diketahui sama dengan virus hepatitis B yaitu melalui kontak seksual dan pertukaran darah dan produknya melalui transfusi.Hilangnya fenotip sel T CD4 secara perlahan dan selektif juga diperkirakan karen kemampuan afintas yang besar pada sel jenis ini. (Borucki,1997;25)
Keluarga Retroviridae pada manusia diketaui bersifat leukemogenik sel T dan menyebar melalui kontak yang dekat (terutama kontak seksual) dan/atau produk darah,maka dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis retrovirus baru yang diperkirakan yang diperkirakan sebagai agen penyebeb AIDS.Hampir dalam waktu yang bersamaan dua kelompok peneliti,yang satu berasal Perancis diketahui oleh Luc Montagnier dan kelompok peneliti lain yang berasal dari Amerika,di bawah pimpinan pimpinan Robert C. Gallo mengisolasi retrovirus yang berasal dari penderita yang menderita AIDS.Kelompok peneliti dari Perancis menamai virus tersebut Lymphadeno associated virus (LAV),sedangkan Gallo menamai virus tersebut HTLV-III karena sebelumnya telah terindentifikasi retrovirus leukemogenik pada sel T lain yaitu,HTLV-1 dan HTLV-II.Kedua virus tersebut pada akhirnya dinyatakan sebagai agen yang identik dan melalui kesepakatan bersama disebut sebagai human immunodeficiency virus-1(HIV-1 atau HIV).Virus HIV kedua yang menyebabkan penyakit dengan spektrum yang sama telah berhasil diisolasi dan disebut dengan HIV-2.Angka kejadian dari penyakit yang disebabkan oleh virus HIV-2 ini di Amerika Serikat tercatat sangat jarang terjadi.(Borucki,1997;26)
Genom dari HIV mempunyai persamaan yang sangat erat dengan retroviridae lainnya dan terorganisasi dalam tiga segmen pemberi kode yaitu kelompok segmen yang mempunyai komponen protein antigen (the group associated antigen protein components : GAG),mantel pembungkus (the envelope:ENV),dan segmen polimerasi (POL).Virus HIV mempunyai kemampuan tambahan yang dapat memberikan kode untuk komponen pengatur,termasuk fungsi positif (memperbesar) dan fungsi negatif (menghambat).(Borucki,1997;26)
Gen HIV-ENV memberiakan kode pada sebuah protein 160-kilodalton (kD) yang kemudian membelah menjadi bagian 120-kD (eksternal) dan 41-kD (transmembranosa).Keduanya merupakan glikosilat;glikoprotein 120 (gp120) yang berikatan dngan CD4 dan mempunyai peran yang sangat penting dalam membantu perlekatan virus dengan sel target; Glikoprotein 41(gp41) mungkin saja terlibat dalam perlekatan antara sel terinfeksi sel sehat dan dalam pembentukan sinsitium.Antibodi yang terbentuk karena adanya kedua glikoprotein ini sangat khas terdapat dalam darah penderita yang terjangkit infeksi HIV.(Borucki,1997;26)
Protein-protein GAG merupakan komponen struktural utama dari virus ini.salah satu dari prtein-protein tersebut yaitu jenis protein 24-kD,p24,dapat ditemukan pada serum penderita yang menunjukan proses infeksi dan perkembangbiakan virus sedang berlangsung denagn aktif.dari data-data yang terkumpul diperkirakan adanya antigen ini pada serum penderita menandakan bahwa prognossis yang lebih buruk.Pada Penderita yang terinfeksi oelh virus HIV,di dalam peredaran darahnya akan ditemukan antibodi sebagai akibat adanya satu atau lebih protein-protein GAG.Antibodi-antibodi yang bekerja melawan komponen-komponen GAG atau ENV inilah yang diperiksa sewaktu dilakukan skrening darah dengan cara ELISA.(Borucki,1997;26-27)
Gen POL bekerja memberikan kode genetik untuk tiga komponen utama yaitu reserve transcriptase (RT),protease (PR) dan integrase (IN).Komponen pertama yaitu RT disebut demikian karena bukanya mentranskripsikan DNA menjadi RNA seperti skenario pada umumnya,tetapi justru mengubah virus RNA menjadi DNA,peristiwa inilah yang disebut transkripsi terbalik.Karena sel-sel pejamu manusia tidak memerlukan proses sepeti ini,maka proses transkripsi terbalik yang unik ini menjadi suatu cara yang berguna untuk pengobatan. (Borucki,1997;27)
Penyakit HIV akan diderita seumur hidup,tindakan-tindakan yang cukup keras harus diambil untuk mencegah penyebaran yang cepat dari virus tersebut.Hal yang perlu diingat adalah tidak semua orangnya yang menderita infeksi virus HIV akan langsung menunjukkan gejala-gejala klinik,sehingga transmisi dapat terus terjadi saat penderita masih dalam periode asimtomatik.Individu yang mempunyai resiko untuk memperoleh infeksi HIV dan mereka yang tercatat pernah menderita penyakit hubungan seksual lain perlu mendapatkan konseling mengenai pentingnya pemeriksaan HIV.Jika individu pada akhirnya menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan maka pemberian konseling setelah pemeriksaan pada individu tersebut sangat dianjurkan walaupun hasilnya negatif.(Borucki,1997;27)
2.1.5 Klasifikasi,Gejala,dan Tanda klinis
Menurut Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC,186-188) mengklasifikasikan HIV/AIDS tergantung pada patofisiologi penyakit akibat peningkatan defisit imun dan penurunan fungsi.Klasifikasi HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
(1) Group I; infeksi akut,seperti gejala flu dan tes antibodi terhadap HIV negatif.
(2) Group II (Asimtomatis); tes antibodi terhadap HIV positif,tidak ada gejala-gejala dan laboratorium yang mengarah ke HIV/AIDS
(3) Group III (Simtomatis); tes antibodi terhadap HIV Positif,dan terjadi pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persisten generalized lymphadenopathy)
(4) Group IVA; tes antibodi terhadap HIV positif,dan terjadi penyakit konstitusional (demam atau diare yang persisten,penurunan berat badan lebih 10% dari berat badan normal)
(5) Group IVB; sama dengan group IVA disertai adanya penyakit neurologi,dementia,neurophati,dan myelophati.
(6) Group IVC; sama dengan group IVB disertai sel CD4 < 200 mm,dan terjadi infeksi opurtunistik. (7) Group IV-D; sama dengan group IVC disertai terjadi tuberkulosis paru,kanker servikal yang invasif,dan keganasan yang lain. 2.1.6 Cara Pencegahan Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan AIDS,belum ada vaksin yang dapat mencegah terjadinya AIDS,dan belum ada metode yang terbukti dapat menghilangkan infeksi karier HIV.(Lyons& Valentine,1997;255)Karena alasan ini,segala usaha harus dilakukan untuk mencegah AIDS dengan cara :(1) Hindarkan hubungan seksual di luar nikah dan usahakan hanya berhubungan dengan satu pasangan seksual,(2)Pergunakan kondom,terutama bagi kelompok perilaku resiko tinggi,(3)Seorang ibu darahnya telah diperiksa dan ternyata positif HIV hendaknya jangan hamil ,karena bisa memindahkan virusnya kepada janin yang dikandungya,(4)Orang-orang yang tergolong pada kelompok perilaku resiko tinggi hendaknya tidak menjadi donor darah,dan (5) Menggunakan jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti; akupuntur,jarum tatto,jarum tindik,dll hendaknya sekali pakai dan harus terjamin streilitasnya.(Depkes,2002). 2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Untuk HIV Ada dua pemeriksaan yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV.Yang pertama adalah ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay),bereaksi terhadap antibodi yang ada adalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar.Pemeriksaan ELISA mempunyai mempunyai sensitifitas 93% sampai 98% dan spesifitasnya 98% sampai 99% Kuhnl,1985).Tetapi hasil positif palsu (atau negatif palsu) dapat berakibat luar biasa,karena akibatnya sangat serius.Oleh sebab itu,pemeriksaan ELISA diulang dua kali,dan jika keduanya menunjukkan hasil positif,dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik,yaitu Western blot.Pemeriksaan Western blot juga dilakukan dua kali.Pemeriksaan ini lebih sedikit memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.Jika seseorang telah dipastikan mempunyai seropositif terhadap HIV,maka dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik untuk menilai keadaan penyaki,dan mulai dilakukan usaha untuk mengendalaikan infeksi.(Price & Wilson,1995;204) 2.2 Pengetahuan dan Sikap Terhadap Pencegahan HIV/AIDS 2.2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca Indera manusia,yakni indra penglihatan,pendengaran,penciuman,rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.(Notoatmodjo, 1993;94) Menurut Notoadmodjo (1993) menyatakan bahwa “semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh”.(Notoadmodjo, 1997;109) Pengetahuan sering datang dari pengalaman (WHO, ;7).dari pengalaman dan penelitian,ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak di dasari pengetahuan. Pengetahuan pada hakekatnya merupakan,segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tetentu.(Jujun s.Suriasumantri, 2000;104) Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang(Overt behaior).(Notoadmojo, 1997;94) 2.2.2 Sikap Sikap merupakan reflek suka dan tidak suka.(WHO,1988; ).Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek.(Notoadmodjo, 1997;97) Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap obyek tadi.Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal,suatu obyek,tidak ada sikap yang tanpa obyek.Manusia dapat mempunyai sikap terhadap bermacam-macam hal.(Heri Purwanto, ;62), Menurut Notoatmodjo (1993) menyatakan,”suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior)”.(Notoatmodjo,1993;99) Menurut Neil Niven (2002;41) sikap terbentuk dari 3 komponen : (8) Komponen afektif: komponen ini berhubungan dengan perasaan dan emosi tentang seseorang atau sesuatu. (9) Komponen kognitif: sikap tentunya mengandung pemikiran atau kepercayaan tentang seseorang atau ssesuatu obyek. (10) Komponen perilaku: sikap terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilakunya. 2.2.3 Modifikasi Teori Determinan Perilaku 2.2.3.1 Pemikiran dan Perasaan (Thoughts and Feling) (1) Pengetahuan Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Dengan meningkatnya prevalensi HIV di Indonesia,ada potensi untuk penularan HIV lewat pelayanan kesehatan.Kekurangtahuan mahasiswa di bidang kesehatan mengenai HIV/AIDS merupakan potensi untuk penularan HIV lewat pelayanan kesehatan sehingga akan meningkatkan prevalensi HIV di Indonesia.(Jaringan Epidemologi Nasional, 1995;7) (2) Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap obyek,sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.Sikap membuat seseorang mendekat,atau menjauhi.Dalam hal ini siap positif tentang pencegahan HIV/AIDS tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata.Hal ini disebabkan karena kurang berhati-hati dengan tindakan yang memudahkan mereka tertular HIV.Tindakan berisiko (seperti sarung tangan robek,tertusuk jarum,dan terkena cairan vagina atau darah ibu atau bayi).(Hadi P.,dkk,1993;15) (3) Nilai (value) Dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.(Notoatmodjo,1993;106) Cara pencegahan penularan HIV di tempat kerja petugas kesehatan (mahasiswa di bidang kesehatan) berbeda dengan cara pencegahan lainnya di luar pusat pelayanan kesehatan sehingga menganggap semua pasien yang dirawat di RS potensial mengidap HIV/AIDS juga akan menimbulkan kehati-hatian dalam perawatan. 2.2.3.2 Orang Penting Sebagai Referensi (Personal References) Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting.Apabila seseorang itu penting.Apabila seseorang itu penting untuknya,maka yang ia atau perbuat cenderung untuk diikuti.(Notoatmodjo,1993;106).Pemerintah harus membuat aturan yang tegas bila tenaga kseshatan tidak memperhatikan prosedur sterilisasi yang benar. 2.2.3.3 Sumber-sumber daya (Resources) Sumber-sember daya di sini mencakup fasilitas-fasilitas,uang,waktu,tenaga,dan sebagainya.Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat.Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Salah satu keadaan yang memungkinkan penularan HIV di Indonesia adalah sarana pelayanan kesehatan tidak selalu melaksanakan prosedur sterilisasi dalam pemakaian jarum,semprit,dan peralatan lain yang invasif.(Jaringan Epidemologi Nasional,1992;2) 2.2.3.4 Kebudayaan (Culture) Kebudayaan atau pola hidup yang terdiri dari perilaku normal,kebiasaan,nilai-nilai,dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat.(Notoatmodjo, 1993;106) Pemakaian jarum suntik berulang yang dilakukan oleh petugas kesehatan (mahasiswa) merupakan potensi untuk penularan HIV lewat pelayanan kesehatan.( Jaringan Epidemologi Nasional,1992;13) Dari teori tim WHO tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: B = f (TF,PR,R,C) Dimana B : Behavior PR : Personal References f : fungsi R : Resources TF : Thoughts and Feeling C : Culture 2.3 Kerangka Konseptual 2.3.1 Narasi Pengetahuan dan sikap masiswa dipengaruhi oleh sumber informasi yang diterima tentang pencegahan HIV/AIDS.Pengetahuan dan sikap mahasiswa ini akan mempengaruhi kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS. Kepedulian pencegahan HIV/AIDS dipengaruhi oleh; orang penting sebagai referensi (Personal references),seperti; tenaga kesehatan (dokter,perawat,dan lain-lain);Cultur (Budaya) pemakaian alat kesekatan (jarum suntik yang berulang).Sedangkan sumber daya yaitu sarana pelayanan kesehatan tidak melaksanakan prosedur sterilisasi. Kepedulian terhadap pencegahan HIV/AIDS akan mempengaruhi pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia umumnya khususnya di Surabaya. Karena kompleksnya masalah ini,maka peneliti hanya ingin meneliti tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka konseptual berikut. 2.3.2 Bagan Kerangka Konsep SUMBER INFORMASI Pengetahuan HIV/AIDS THOUGHT & FEELING Sikap - Pengertian HIV/AIDS Kepercayaan dan Nilai - PenderitaHIV/AIDS - Cara transmisi HIV - Imunulogi - Etiologi&Patogenesis - Klasifikasi,gejala,dan tanda klinis - Cara pencegahan - Pemeriksaan HIV/AIDS Kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS Personal Reference - Peringatan dari Penderita Sumber - Tenaga Kesehatan - Ikut Seminar - Sarana (Dokter,Perawat,) - Tersedianya leaflet/stiker anti HIV/AIDS pelaya- - Dosen - Tes terhadap HIV/AIDS nan yg - Orang Tua tidak - Ulama melak--- Pemerintah sanakan prose- dur ste- rilisasi Budaya -Pemakaian alat kesehatan berulang- ulang Pencegahan terhadap HIV/AIDS Keterangan : yang diteliti ------------- : Tidak diteliti B = f(Tf,PR,C,R)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab berikut ini akan diuraikan tentang desain penelitian, kerangka kerja penelitian, populasi, sampel dan sampling, identifikasi variabel, teknik pengumpulan dan analisa data, masalah etika dan keterbatasan dalam penelitian. 3.1 Desain Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode Cross sectional (Burns & Grove, 1999) untuk mengukur tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa Akper Unmuh Surabaya terhadap kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS pada suatu waktu tertentu. 3.2 Kerangka Kerja Independen dependen Sumber Informasi Pengetahuan&Sikap Kepedulian pada Pencegahan HIV/AIDS Pengetahuan -Pengertian HIV/AIDS - Peringatan dari penderita -Cara transmisi HIV - Ikut seminar -Imunologi - Tersedianya leaflet/stiker -Etiologi&Patogenesis tentang HIV/AIDS -Klasifikasi,gejala,dan tanda - Tes terhadap HIV/AIDS klinis -Cara pencegahan -Pemeriksaan HIV Sikap -Penderita HIV 3.3 Populasi, sampel dan sampling 3.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti (Nursalam & Siti Pariani,2000;64).Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Akademi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya. 3.3.2 Besar sampel Besar sample adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sample (Zainudin,1999).Pada penelitian ini besar sample adalah sebagian mahasiswa Akper Unmuh Surabaya. Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan rumus : N.z.p.q n = d(N-1)+z.p.q n = Perkiraan jumlah sampel N = Perkiraan besar populasi Z = Nilai standar normal untuk : 0.05 (1.96) P = Perkiraan proporsi,jika tidak diketahui dianggap 50% q = 1- p (100% - p) D = Tingkat kesalahan yang dipilih Berdasarkan rumus tersebut diatas dan jumlah mahasiswa Akper Unmuh Surabaya per 30 Mei 2002 yaitu 180 mahasiswa,maka perhitungan besar sampel adalah : 180(1,96)2.0,5.0,5 n = (0,05)(180-1) + (1,96)2 .0,5.0,5 180(1,96)2.0,5.0,5 n = (0,05)(180-1) + (1,96)2.0,5.0,5 180(3,84).0,25 n = (0,050(179)+(3,84).0,25 172,87 n = 9,91 n = 17,44 dibulatkan menjadi 18 mahasiswa Jadi sampel yang akan diambil adalah 18 mahasiswa 3.3.4 Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Burns&Grove,1991;37) Sampling dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Polit & Hungler,285) 3.4 Identifikasi variabel dan definisi operasional
3.4.1 Variabel penelitian Macam-macam variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1) Variabel independen : Pengetahuan Yaitu Pengetahuan tentang ;pengertian HIV/AIDS;cara transmisi;imunologi;etiologi&patogenesis;klasifikasi,gejala, dan tanda klinis; cara pencegahan HIV/AIDS,dan pemeriksaan HIV.
(2) Variabel independen : Sikap Yaitu sikap responden terhadap penderita HIV/AIDS
(3) Variabel dependen : kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS Yaitu kepedulian mahasiswa pada pencegahan HIV/AIDS meliputi : peringatan dari penderita,ikut seminar,tersedianya leaflet/stiker anti HIV/AIDS dan test HIV. 3.4.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor Independen Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,pendenga-ran,penciuman,rasa,danraba,sebagian besarpengetahuan manusia diperoleh melaui mata dan telinga. (Notoatmodjo,1993) Pengetahuan mahasiswa tentang : -Pengertian HIV/AIDS -Cara transmisi -Imunologi -Etiologi dan patogenesis -Klasifikasi, gejala dan tanda klinis -Cara pencegahan -Pemeriksaan HIV Kuesioner Ordinal Kategori: 1.Baik: 2. Kurang : Independen Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka sesorang terhadap obyek. (Notoatmodjo,1993) Sikap terhadap -Penderita HIV/AIDS Kuesioner Ordinal Kategori : 1.Baik : 3-5 2.Kurang : 0-2 Dependen Kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS Kepedulian atau perhatian pada pencegahan HIV/AIDS Kegiatan nyata dari mahasiswa : -Memberi- kan penyu- luhan pada masyarakat -tersedianya leflet/stiker anti HIV/AIDS,mengikuti seminar,serta suka rela untuk pemeriksa-an HIV Kuesioner dan observasi Ordinal Kategori: 1.Baik 5 – 8 2.Kurang 0 - 4 3.5 Pengumpulan data dan Analisa Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner yang akan diisi responden kemudian untuk jawaban yang kurang jelas dilakukan wawancara langsung di lokasi penelitian yaitu di Akademi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Data yang dikumpulkan meliputi tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa Akper Unmuh Surabaya terhadap kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS.Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan penyuntingan.Data dianggap memenuhi syarat bilamana : (1) Seluruh data terisi lengkap dan jelas (2) Responden pengisi data terkontrol dan tidak dipengaruhi orang lain (3) Tidak terdapat faktor perancu data : tambahan informasi dari orang lain. Data yang telah terkumpul kemudian diolah yang meliputi identifikasi masalah penelitian,kemudian pengujian masalah penelitian dengan uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap reponden terhadap kepedulian pada pencegahan HIV/AIDS dengan Uji Korelasi Spearman. Seluruh teknis pengolahan data statistikal dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan software Statistical Product and Service Solution (SPSS). 3.6 Masalah Etika 1) Persetujuan Responden ditetapkan setelah terlebih dahulu mendapatkan penjelasan tentang kegiatan penelitian, tujuan dan dampak bagi mahasiswa, serta setelah responden menyatakan setuju untujk dijadikan responden secara tertulis melalui Informed Concern. Calon responden yang tidak menyetujui untuk dijadikan responden tidak akan dipaksa. 2) Anomanitas (tanpa nama) Seluruh responden yang dijadikan dalam sampel penelitian tidak akan disebutkan namanya baik dalam kuesioner maupun dalam penyajian pelaporan penelitian 3) Kerahasiaan Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian akan dirahasiakan identitas spesifiknya (nama, gambar/foto, ciri-ciri fisik) dan hanya informasi tertentu saja yang ditampilkan. 3.7 Keterbatasan (1) Sampel penelitian yang digunakan hanya terbatas pada mahasiswa Akademi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya saja sehingga kurang representatif untuk dilakukan generalisasi hasil. (2) Waktu yang digunakan dalam penelitian ini terbatas sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan (3) Alat ukur data dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melakukan uji coba sehingga hasil yang didapat mungkin kurang valid,oleh karena itu validitas dan reabilitasnya masih perlu diuji coba. Daftar Pustaka Abraham,Charles & Shanley,Eamon (1997),Psikologi Sosial Untuk Perawat, Jakarta : Penerbit EGC, Amin,Ghazali M.,(2002),AIDS,Pesan Moral dan Gaya Hidup Dalam Ketahan Keluarga,: Mentari, Universitas Muhammadiyah Aceh. Bayne, Marilyn V & Ignatavicus, Donna D (1991) Medical – Surgical Nursing, A Nursing Proccess Approach, Philadelphia :W. B Saunders Co. Burns, Nancy & Grove, Susan K. (1999) Understanding Nursing Research, 2nd ed., Philadelphia: W.B Saunders Co. Departemen Kesehatan RI (1997),AIDS dan Penanggulangan,Depkes RI. Depkes RI.(2002),AIDS.http://www.charweb.org/health/aids/mainpage.html Dewit,Susan C.(1998),Essentials of Medical Surgical Nursing, Philadelphia: W.B Saunders Co. Faugier,Jean & Hicken Ian (1996), AIDS and HIV The nursing Response,Chapman & Hall. Heri Purwanto,Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan, Jakarta : Penerbit EGC. Jaringan Epidemologi Nasional (1995),AIDS & Petugas Kesehatan.JEN. Jaringan Epidemologi Nasional (1995),Saripati AIDS di Indonesia.JEN. Jawa Pos (2002),Pria Indonesia Tak Setia,Jawa Pos.15 Juni Muma,Richard D.,dkk (1997),(alih bahasa Sinta Prawitasari),HIV: Manual Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta : Penerbit EGC. Niven,Neil (2002),Psikologi Kesehatan:Pengantar Untuk Perawat dan Profesi Kesehatan Lain,Edisi2, Jakarta : Penerbit EGC. Notoatmodjo,Soekidjo (1997),Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo,Soekidjo (1993),Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Yogyakarta : Andi Offset. Nursalam,Pariani ,S.(2001),Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan,Jakarta :CV.Sagung Seto Polit,Denise F. & Hungler,Bernadette P.,Nursing Research Principles and Methods, Philadelphia: J.B Lippincott Company. Price,Sylvia A. & Wilson,Lorraine M.(1995),Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : Penerbit EGC Suriasumantri, Jujun S.,(2000),Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Vrisaba,Rahardian (2001),Kiat Menangkal AIDS, Bandung : CV.Pionir Jaya, World Health Organization (1988), Education for Health, A Manual on Health Education In Primary Health Care.Geneva,WHO. Zainudin,(1999).Metodologi Penelitian.Surabaya:Airlangga University Press. Abraham & Stanley(1996), Konseling Keperawatan, Penerbit EGC, jakarta Ader, Albert (1996) Psichoneuroimmunology, J.B Lippincott Company, Philadelphia Bayne, Marilyn V & Ignatavicus, Donna D (1991) Medical – Surgical Nursing, A Nursing Proccess Approach, W. B Saunders Co,, Philadelphia Burns, Nancy & Grove, Susan K. (1999) Understanding Nursing Research, 2nd ed., W.B Saunders Co., Philadelphia Chitty, Kay K. (1997) Professional Nursing, Concepts and Challenge, 2nd edition, W.B Saunders Co, Philadelphia Carpenito, Linda Juall (1995) Nursing Diagnosis, JB Lippincott Co. Philadelphia Dempsey, Patricia Ann & Dempsey, Arthur D. (1995) Nursing Research With Basic Statistical Application, Jones & bartlett Publ., Boston George, Julia B (1990) Nursing Theories, The Base For Professional Nursing Practice, Appleton & Lange, Conecticut Guyton & Hall (1996) Fisiologi Kedokteran, Penerbit EGC, Jakarta Kozier,Barbara; Erb, Glenora (1991) Fundamentals Of Nursing, Concepts, Proccess and Practice, Addison-Wesley Co. Inc.,Philadelphia Lillis, Carol; Taylor, Carol (1997) Fundamentals of Nursing, The Arts and Science of Nursing Care, 3rd ed.,J.B. Lippincott Co., Philadelphia Lonnquist, Linne E & Weiss, Gregory L (1997) The Sociology of Health, Healing and Illness, 2nd edition, Prentice-Hall, New Jersey Oswari, E (1993) Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Price, S.A; Wilson, LM (1995) Fisiologi Proses-Proses Penyakit, edisi Terjemah, Penerbit EGC, Jakarta Rothrock, Jane C (1999) Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta Sastroasmoro, S & Ismail, S, (1995). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinik, Binarupa Aksara, Jakarta. Schwartz (2000) Ilmu Bedah, edisi Tejemah, Penerbit EGC, Jakarta Santoso, Singgih (2000) Statistical Product and Service Solutions Versi 7,5, Cet. 3, Elek Media Computindo, Jakarta Stromborg, Marylin F. (1988) Instruments for Clinical Nursing Research, Appleton & lange, Connecticut Sugiyono (2001) Statistik Nonparametris Untuk Penelitian, Cet. 2, C.V Alfabeta, Bandung Sugiyono (2000) Statistik Untuk Penelitian, Cet. 2, C.V Alfabeta, Bandung Zainuddin, Muhammad (1988) Metodologi Penelitian, __________ , _______ Hipotesis : Hipotesis awal : Tindakan preoperasi tidak behubungan dengan tingkat kecemasan pre operasi pada klien fraktur Hipotesis Kerja : Tindakan preoperasi berhubungan tingkat kecemasan pre operasi pada klien fraktur
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini dibahas hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Ruang Bedah B RSUD Dr. Soetomo selama tanggal 14 Februari 2002 sampai dengan 16 Maret 2002; yang meliputi gambaran deskriptif responden, gambaran deskriptif tingkat kecemasan dan tindakan keperawatan serta analisa hubungan antara tindakan keperawatan dan tingkat kecemasan. 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden b) Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur Diagram 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa sebagian besar responden (60,0 %) merupakan kelompok usia 31-40 tahun. c) Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat pendidikan Diagram 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan data diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan terbanyak dari responden adalah SLTA (46,7 %). d) Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Diagram 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Dari diagram diatas tampak gambaran bahwa sebagian besar responden (43,3 %) memiliki pekerjaan swasta. d) Tingkat Kecemasan Responden Tingkat kecemasan klien dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut : Diagram 4.4 Tingkat Kecemasan Responden Berdasarkan pada gambar diatas terlihat bahwa berdasarkan Skala Hamilton Anciety Rating Scale; tingkat kecemasan responden dalam rentang tidak cemas, cemas ringan dan cemas sedang. Jumlah terbanyak adalah klien dengan kecemasan ringan yaitu 17 responden (56,7 %), selanjutnya kelompok dengan tanpa kecemasan sebanyak 9 responden (30 %) dan kecemasan sedang sebanyak 4 responden (13,3 %). b) Tindakan Perawatan Preoperatif Jumlah tindakan keperawatan preoperatif pada tiap-tiap responden tergambar dalam diagram : Diagram 4.5. Tindakan Keperawatan Preoperatif Berdasarkan pada gambaran diatas maka terlihat bahwa sebagian besar tindakan keperawatan yang diselenggarakan oleh perawat kurang adekuat yaitu sebanyak 25 tindakan (83,3 %) dan sedang sebanyak 5 tindakan (16,7 %). 4.1.2 Hubungan antara persiapan preoperasi dan tingkat kecemasan Hubungan antara tindakan keperawatan preoperatif dengan tingkat kecemasan dapat digambarkan diagram berikut : Diagram 4.6:Hubungan Tindakan Keperawatan Preoperatif dan Tingkat Kecemasan pada responden Berdasarkan grafik diatas tergambar adanya pola hubungan antara tingkat pelayanan keperawatan preoperatif dimana terdapat gambaran bahwa responden yang mendapatkan tindakan preoperatif relatif banyak cenderung memiliki kecemasan yang relatif rendah. Berdasarkan uji hubungan yang dilakukan dengan menggunakan uji Spearman-Rank didapatkan nilai kemaknaan 0,0106 < 0,05 atau Ho ditolak; yang berarti bahwa terdapat hubungan antara tindakan keperawatan preoperatif terhadap tingkat kecemasan. Selanjutnya bedasarkan koefisien korelasi Spearman didapatkan nilai –0,459 yang berarti bahwa hubungan yang dibentuk antara tindakan keperawatan preoperatif dengan tingkat kecemasan cukup kuat (Notoadmodjo, 1993) dan hubungan yang terbentuk bernilai negatif yang artinya antara tindakan keperawatan dan tingkat kecemasan bersifat saling meniadakan. 4.2 Pembahasan Berdasarkan pada karakteristik responden didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia 31-40 tahun (60,0 %). Hal ini dimungkinkan karena fraktur dapat disebabkan oleh trauma baik langsung maupun tidak langsung (Oswari, 1993) yang kemungkinannya besar terjadi pada kelompok usia produktif, baik akibat kecelakaan kerja maupun kecelakaan lainnya. (Lonquist & Weiss, 1997). Selanjutnya berdasarkan pekerjaan juga didapatkan bahwa penderita sebagian besar bekerja swasta (46,7 %). Hal ini dimungkinkan karena kelompok dengan pekerjaan swasta merupakan kelompok yang dituntut oleh lingkungan kerja menjadi besar; selain itu juga karena RSUD Dr. Soetomo terletak di daerah perkotaan sehingga sektor diluar pertanian dan sektor nonformal dan swasta menjadi lebih menonjol. Berdasarkan tingkat kecemasan klien didapatkan bahwa sebagian besar klien mengalami kecemasan (70 %) dan 30 % yang lain tidak dikatagorikan mengalami kecemasan. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa klien yang akan dioperasi akan mengalami kecemasan (Chitty, 1997). Dari data juga didapat bahwa tingkat kecemasan klien berfariasi dari tingkatan tidak mengalami kecemasan; kecemasan ringan dan kecemasan sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Peplau (1963) dalam (Chitty, 1997) yang menyebutkan bahwa kecemasan dapat terjadi dalam suatu rentang (kontinuum). Adanya tingkat kecemasan ringan sebanyak 17 responden (56,7 %) yang lebih banyak dari kecemasan sedang (13,3 %) merupakan suatu kondisi yang tampaknya perlu dicermati karena menurut Carpenito (1999) kecemasan pada klien yang akan menjalani operasi biasanya merupakan kecemasan derajad sedang. Namun hal ini dapat dijelaskan kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor : 1) alat ukur yang digunakan merupakan alat ukur untuk mengukur derajad kecemasan umum sehingga mungkin kurang valid dalam mengukur derajad kecemasan preoperasi; 2) Tingkat kecemasan yang diukur merupakan tingkat kecemasan yang telah mendapatkan inervensi keperawatan; sehingga kemungkinan derajad kecemasan yang terjadi telah mengalami penurunan akibat tindakan keperawatan preoperatif. Berdasarkan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan oleh para perawat Ruang Bedah B RSUD Dr. Soetomo Surabaya terhadap klien yang akan dioperasi; terdapat gambaran bahwa tindakan keperawatan yang memiliki rentang kurang sebanyak 25 (83,3 %) tindakan dan tindakan keperawatan preoperatif yang cukup sebanyak 5 tindakan (16,5 %). Namun dari seluruh responden tidak ada yang tidak mendapatkan tindakan keperawatan preoperatif. Adanya tindakan yang dalam tingkat yang berbeda dimungkinkan karena pengambilan data yang dilakukan masih dalam tahap-tahap preoperatif sehingga memungkinkan adanya tindakan keperawatan yang diberikan pada klien setelah pengambilan data; dan hal ini tidak diikuti oleh peneliti sehingga seluruh tindakan kepeawatan selesai dilaksanakan. Berdasarkan pada uji hubungan antara tindakan keperawatan preoperatif dan tingkat kecemasan didapatkan adanya hubungan antara tingkat kecemasan dan tindakan keperawatan dalam signifikansi p = 0,0106. Selanjutnya berdasarkan koefisien korelasi Spearman didapatkan nilai –0,459 yang berarti bahwa hubungan yang dibentuk antara tindakan keperawatan preoperatif dengan tingkat kecemasan cukup kuat (Notoadmodjo, 1993). Hal ini secara teoritik dapat diterangkan bahwa adanya berbagai tindakan keperawatan merupakan bentuk dukungan profesional dan dukungan sosial yang dapat memberikan pengaruh baik fisik maupun psikologis sehingga klien merasa lebih aman dan akhirnya kecemasan dapat menurun (Lonquis & Weiss, 1997). Selain itu juga karena kecemasan lebih merupakan pengalaman psikologis dan lebih sering timbul karena ketidaktahuan tentang konsekuensi pembedahan dan prosedur bedah itu sendiri (Chitty, 1997; Stuard&Laraia, 1998) maka klien yang mendapatkan persiapan preoperasi tentu akan lebih memiliki pemahaman karena dalam persiapan preoperatif terkandung unsur persiapan psikologis dan sekaligus bentuk komunikasi untuk mengurangi ketidaktahuan tentang konsekuensi pembedahan. ( Lilis & taylor, 1997).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :
1) Klien dengan fraktur yang akan menjalani operasi di ruang bedah B mengalami kecemasan dalam rentang tidak ada cemas sampai dengan kecemasan ringan. Derajad kecemasan terbanyak adalah kecemasan ringan (56,7 %).
2) Klien dengan fraktur yang akan menjalani operasi mendapatkan tindakan keperawatan preoperatif.. Jumlah/kuantitas tindakan keperawatan preoperatif yang diberikan rata-rata masih kurang sesuai dengan apa yang diharapkan.
3) Terdapat hubungan tindakan keperawatan preoperatif terhadap tingkat kecemasan pada klien fraktur yang dirawat di ruang bedah B,dimana koefisien korelasi sebesar -0,459 atau hubungan yang terbentuk cukup kuat. Hubungan yang terbentuk merupakan hubungan negatif (saling meniadakan) dimana tindakan keperawatan dapat menurunkan derajad kecemasan
5.2 Saran Mengacu pada hasil kesimpulan diatas; maka disarankan agar :
1) Perlunya dilakukan penelitian dalam lingkup yang lebih luas sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan, dengan melibatkan faktor-faktor pengontrol/perancu yang mungkin mempengaruhi tindakan keperawatan preoperatif maupun terhadap tingkat kecemasan.
2) Perlunya disusun alat ukur khusus dalam pengukuran kecemasan untuk situasi preoperatif sehingga lebih mampu mencerminkan gambaran tingkat kecemasan yang sebenarnya
3) ditingkatkannya kuantitas dan kualitas pelayanan keperawatan preoperatif yang menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual
4) Perlunya disusun/diteliti suatu prosedur baku yang memungkinkan tindakan penurunan/reduksi kecemasan pada klien keperawatan preoperatif.
Daftar Pustaka
Abraham & Stanley(1996), Konseling Keperawatan, Penerbit EGC, jakarta Ader, Albert (1996) Psichoneuroimmunology, J.B Lippincott Company, Philadelphia Bayne, Marilyn V & Ignatavicus, Donna D (1991) Medical – Surgical Nursing, A Nursing Proccess Approach, W. B Saunders Co,, Philadelphia Burns, Nancy & Grove, Susan K. (1999) Understanding Nursing Research, 2nd ed., W.B Saunders Co., Philadelphia Chitty, Kay K. (1997) Professional Nursing, Concepts and Challenge, 2nd edition, W.B Saunders Co, Philadelphia Carpenito, Linda Juall (1995) Nursing Diagnosis, JB Lippincott Co. Philadelphia Dempsey, Patricia Ann & Dempsey, Arthur D. (1995) Nursing Research With Basic Statistical Application, Jones & bartlett Publ., Boston George, Julia B (1990) Nursing Theories, The Base For Professional Nursing Practice, Appleton & Lange, Conecticut Guyton & Hall (1996) Fisiologi Kedokteran, Penerbit EGC, Jakarta Kozier,Barbara; Erb, Glenora (1991) Fundamentals Of Nursing, Concepts, Proccess and Practice, Addison-Wesley Co. Inc.,Philadelphia Lillis, Carol; Taylor, Carol (1997) Fundamentals of Nursing, The Arts and Science of Nursing Care, 3rd ed.,J.B. Lippincott Co., Philadelphia Lonnquist, Linne E & Weiss, Gregory L (1997) The Sociology of Health, Healing and Illness, 2nd edition, Prentice-Hall, New Jersey Oswari, E (1993) Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Price, S.A; Wilson, LM (1995) Fisiologi Proses-Proses Penyakit, edisi Terjemah, Penerbit EGC, Jakarta Rothrock, Jane C (1999) Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta Sastroasmoro, S & Ismail, S, (1995). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinik, Binarupa Aksara, Jakarta. Schwartz (2000) Ilmu Bedah, edisi Tejemah, Penerbit EGC, Jakarta Santoso, Singgih (2000) Statistical Product and Service Solutions Versi 7,5, Cet. 3, Elek Media Computindo, Jakarta Stromborg, Marylin F. (1988) Instruments for Clinical Nursing Research, Appleton & lange, Connecticut Sugiyono (2001) Statistik Nonparametris Untuk Penelitian, Cet. 2, C.V Alfabeta, Bandung Sugiyono (2000) Statistik Untuk Penelitian, Cet. 2, C.V Alfabeta, Bandung Zainuddin, Muhammad (1988) Metodologi Penelitian, Selengkapnya...