Senin, 31 Januari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIV/AIDS

I. PENDAHULUAN
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang artinya adalah virus yang menyerang daya tahan tubuh manusia, sehingga system kekebalan tubuh manusia dapat menurun tajam bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali.
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome yang berarti sekumpulan gejala dan penyakit infeksi yang timbul karena menurunnya atau rusaknya system kekebalan tubuh seseorang.
Rata-rata perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah 2 – 10 tahun. Dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang bervariasi. Faktor yang mempengaruhinya adalah daya tahan tubuh untuk melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.
II. KONSEP DASAR
A. Pengertian

1. AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993).
2. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006).
3. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224)
4. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. (Depkes RI, 1992)
5. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)
6. AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi Human Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998)
7. AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-satunya teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV (Engram, 1998) Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker.
B. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya. Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina, ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS. Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI).
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi.
4. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)
C. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain terganggu. HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan. Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel otak. Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi. Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam, batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.
4. Penyakit lain akan timbul antara lain :
a. Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan, berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease)
b. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS
(AIDS demensia complex) Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit kontitusional.
c. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit
Pneumonia carinii protozoa (PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri, bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral, esofagus, intestinum)
d. Kanker sekunder
Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
e. Penyakit lain
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga HIV menguasai tubuh.
D. Manifesasi Klinis Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. Limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
E. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan polymase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ;
1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya :
1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.
2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
3) Imonofivoresceni assay (IFA)
4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
Status imun
1) Tes fungsi sel CD4
2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen
3) Kadar imunoglobutin meningkat
4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun
5) Rasio CD4 : CD8 menurun
3. Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV.
4. CD4 cellcount
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan.
5. Blood Culture
6.Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau spesifik antara lain :
a. Tuberkulin skin testing : Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
1) Magnetik resonance imaging (MRI) Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
2) Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
3) Pap smear setiap 6 bulan Mendeteksi dini adanya kanker rahim. Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV :
a) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
b) Penurunan persentase CD4
c) Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
d) Limfopenia
e) Anemia, trombositopenia
f) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
g) Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus influenzae tipe B) Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan “seroreverter”
G. Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasis t a g i n g untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan menggunakan tiga parameter: status kekebalan, status infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Kategori Anak Infeksi HIV dan AIDS
Kategori imun Kategori Klinis
(N) Tanpa Tanda (A) Tanda dan (B) Tanda dan (C) Tanda dan
dan Gejala Gejala Ringan Gejala Sedang Gejala Hebat
(1) Tanpa tanda Supresi N1 A1 B1 C1
(2) Tanda Supresi Sedang N2 A2 B2 C2
(3) Tanda Supresi Berat N3 A3 B3 C3

1. Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2. Kategori A: Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:
a. Limfadenopati
b. Hepatomegali
c. Splenomegali
d. Dermatitis
e. Parotitis
f. Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis media.

3. Kategori B: Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
c. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
d. Kardiomiopati
e. Infeksi sitomegalovirus dengan awitans e b e l u m berusia 1 bulan
f. Diare, kambuhan atau kronik
g. Hepatitis
h. Stomatitis herpes, kambuhan
i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitans e b e lu m berusia 1 bulan.
j. Herpes zoster, dua atau lebih episode
k. Leiosarkoma
l. Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH)
m. Varisela zoster persisten
n. Demam persisten > 1 bulan
o. Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan
p. Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi)
4. Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut ini:
a. Infeksi bakterial multipel atau kambuhan
b. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
c. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner
d. Kriptosporodisis, intestinal kronik
e. Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1 bulan.
f. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
g. Ensefalopati HIV
h. Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis, awitan saat berusia > 1 bulan.
i. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
j. Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan)
k. Sarkoma Kaposi
l. Limfoma, primer di otak
m. Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik)
n. Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau ekstrapulmoner.
o. Penumonia Pneumocystis carinii
p. Leukoensefalopati multifokal progresif
q. Septikemia salmonela, kambuhan
r. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan.
s. Wasting syndrome karena HIV
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV).
Memulihkan sistem imun.
1. Obat-obat yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti isoprenosino, interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai sekarang belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
2. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang.
Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan “inhibiton reserve transcriptace” dengan obat suramin untuk menghambat efek sitopatis virus terhadap sel limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik.
Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah :
Upaya preventif meliputi :
a. Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
b. Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah, organ atau cairan semen.
c. Modifikasi tingkah laku dengan:
1). Memmbantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah kebiasaan seksual guna mencegah terjadinya penularan.
2). Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan vitamin yang cukup
3). Pandangan hidup yang positif
4). Memberikan dukungan psikologis dan sosial
d. Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV Edukasi yang bertujuan :
1) Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan hidup bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain.
2) Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan.
H. Cara Penularan
Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air ludah (saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, kolam renang atau kontak social seperti berjabat tangan bukanlah merupakan cara untuk penularan. Oleh karena itu seorang anak yang terinfeksi HIV belum memberikan gejala AIDS tidak perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan. Pada bayi dan anak penularan HIV dapat terjadi melalui ibu hamil yang sedang mengandung dengan HIV, transfuse darah yang mengandung HIV atau produksi darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV, jarum suntuk yang tercemar HIV, dan hubungan seksual dengan penderita HIV.
1. Ibu hamil dengan HIV (+)
Ibu hamil yang mengandung HIV di dalam tubuhnya dapat menularkan ke bayi yang dikandunfnya. Ibu sendiri biasanya belum menunjukan gejala klinis AIDS. Cara transmisi ini juga disebut dengan transmisi vertical. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterine) atau inpartum, yaitu pada waktu bayi lahir terpapar dengan darah ibu atau secret genetalia yang mengandung HIV. HIV dapat diisolasi dari ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya.
2. Transfusi
Penularan dapat terjadi melalui transfuse darah yang mengandung HIV atau produk darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV. Dengan sudah dilakukan skrining darah donor terhadap HIV maka transmisi melalui cara ini akan menjadi jauh berkurang.
3. Jarum suntik
Penularan melalui cara ini terutama ditemukan pada anak remaja penyalahgunaan obat IV yang menggunakan jarum suntik bersama.
4. Hubungan seksual dengan pengidap HIV
Penularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan.
I. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
2. Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang mempunyai banyak partner
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat suntik.
4. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar- benar perlu
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
7. Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan maupun postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan hamil dan jangan melahirkan.

III. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya infeksi oportunistik
6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan
Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).
5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi). Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV :
a. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
b. Penurunan persentase CD4
c. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
d. Limfopenia
e. Anemia, trombositopenia
f. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
g. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
h. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili, haemophilus influenzae tipe B).
B. Masalah Keperawatan 1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
2. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
9. Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

C. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
NOC : immune status
Kriterias hasil :
• Status gastrointestinal normal
• Status respirasi normal
• Status BB normal
• Status integritas kulit normal
• Tidak menunjukan kelemahan
• Menunjukan kekebalan tubuh


Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC :
Imunisation / vaccination administration
• Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal administerasi
• Ajarkan individu keluarga untuk melakukan vaksinasi seperti kolera, influenza, rabies, demam typoid, typus, TBC
• Sediakan informasi mengenai imunisasi
• Pantau pasien setelah mendapat imunisasi
• Identifikasi kontraindikasi dari imunisasi seperi panas.

2. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukan tanda pertumbuhan yang normal
NOC : pertumbuhan
Kriteria hasil:
• Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan
• Turgor kulit baik
• Tanda-tanda vital baik
Skala penilaian:
1 = Tidak ada penyimpangan dari yang diharapkan
2 = Penyimpangan ringan
3 = Penyimpangan sedang
4 = Penyimpangan berat
5 = Extrim
NIC :
Peningkatan pertumbuhan
• Lakukan pemeriksaan kesehatan dengan saksama ( tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik )
• Tentukan makanan yang disukai klien
• Pantu kecenderungan peningkatandan penurunan berat badan
• Kaji keadekuatan asupan nutrisi
• Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan
NOC : fluid balance
Kriteria hasil :
• Tekanan darah normal
• Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam
• Tidak ada distensi vena jugularis
• Hidrasi kulit
• Membran mukosa normal
• Turgor kulit baik
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjaukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menu
5 = Selalu menunjukan
NIC :
Fluid management
• Timbang popok jika diperlukan
• Pertahankan intake dan output
• Monitor status hidrasi
• Monitor vital sign
• Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif
NOC : Respitarory status
• RR alam batas normal
• Irama nafas normal
• Ekspansi dada simetris
• Tidak ada dispneu
• Tidak ada traktil fremitus
• Auskultasi bunyi nafas normal
Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC :
Oxygen terapy
• Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
• Pertahankan jalan nafas yang paten
• Atur peralatan oxygenasi
• Monitor aliran oxygennjukan
• Petahankan posisi pasien
Vital Sign Monitoring
• Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR
• Monitor frekuensi dan irama pernafasan
• Monitor suhu warna dan kelembaban kulit
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
NOC : Nutritional status
• Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
• Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
• Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
• Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Skala penilaian :
1= Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC :
Nutrition Management
• Kaji adanya alergi makanan
• Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan protein
• Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Nutrition Monitoring
• Monitor adanya penurunan berat badan
• Monitor interaksi anak / orang tua selama makan
• Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
• Monitor turgor kulit
• Monitor mual dan muntah
• Monitor pertumbuhan dan perkembangan
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap bersih, utuh dan bebas iritasi
NOC : Tissue integrity
• Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan pigmentasi )
• Tidak ada luka atau lesi pada kulit
• Perfusi jaringan baik
• Mampu melindungi kulit
• Mampu mempertahankan kelembaban kulit
Skala penilaian :
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang-kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC :
Exercise Therapy
• Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk adanya tanda-tanda iritasi kemerahan
• Lindungi permukaan kulit yang bergesekan
• Masase kulit dengan lembut menggunakan lotion di area yang iritasi

7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal
NOC : Thermoregulation
• Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
• Suhu tubuh dalam batas normal
• Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
• Perubahan warna kulit tidak ada
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menunjukan
NIC :
Fever management
• Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
• Pantau warna kulit dan suhu
• Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
• Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi klien dengan hanya selembar pakaian
• Berikan cairan intravena

8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beraktifitas seperti biasa
NOC : Penghematan energi
Kriteria hasil :
• Menyadari kjeterbatasan energi
• Menyeimbangkan aktifitas dan energi
• Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas
Skala penilaian :
1 = Tidak sama sekali
2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
5 = Selalu
NIC :
Pengelolaan enegi
• Tentukan penyebab keletihan
• Pantau asupan untuk mamastikan keadekuatan sumber energi
• Batasi rangsangan lingkungan
• Bantu dengan aktifitas fisik teratur

9. Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapar berkurang
NOC : Anxiety control
Kriteria hasil :
• Monitor intensitas cemas
• Mengurangi penyebab cemas
• Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas
• Memberikan informasi untuk mengurangi cemas
• Melaporkan penurunan cemas
• Melaporkan keadekuaan tidur
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC :
Penurunan cemas
• Gunakan pendekatan yang menangkan
• Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
• Pahami persepsi pasien terhadap stress
• Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi keemasan
• Identifikasi tingkat kecemasan
• Dorong untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua dan anak menunjukan perilaku kedekatan
NOC : Koping keluarga
Kriteria hasil :
• Saling percaya dan dapat manghadapi masalah
• Mengatasi masalah
• Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga
• Tetapkan prioritas
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menujukan
NIC :
Support keluarga
• Yakinkan keluarga bahwa pasien akan diberi perawatan terbaik
• Hargai reaksi pasien terhadap kondisi pasien
• Berikan timbal balik atas koping keluarga
• Terangkan menhenai rencana medis dan perawatan pasien terhadap keluarga
• Berikan informasi tentang perkembangan pasien sesuai dengan kondisi
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga pengetahuannya bertambah
NOC : Proses penyakit
Kriteria hasil :
• Mengenal nama penyakit
• Deskripsi proses penyakit
• Deskripsi factor penyebab
• Deskripsi tanda dan gejala
• Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC :
Pembelajaran proses penyakit
• Jelaskan tanda dan gejala
• Identifikasi penyebab penyakit
• Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik

Selengkapnya...

Rabu, 19 Januari 2011

THYPOID FEVER

THYPOID FEVER


DEFINISI THYPOID FEVER
Menurut Bruner dan sudart :Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis.

Menurut Seoparman :
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis.

Menurut Mansoer Orief . M. :
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi .
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

ETIOLOGI Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

TANDA DAN GEJALA THYPOID FEVER
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran
 
PATOFISIOLOGI Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Vomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi olehorang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demamtyphoid , jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demamtyphoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
    Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, 
    hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. 
    Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
    yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
    Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama 
    dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
    Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, 
     antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
    Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman 
    dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadapsalmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderitatyphoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. 

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
1. Faktor yang berhubungan dengan klien :

? Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
? Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
? Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut
? Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
? Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
? Vaksinasi dengan kotipa atau tipe : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
? Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah
? Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

2. Faktor-faktor Teknis

? Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
? Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
? Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
 
PENATALAKSANAAN
A. Perawatan
    1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi 
        perdarahan usus.
    2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
        perdarahan.
B. Diet
    1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
    2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
    3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
    4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

C. Obat-obatan
    1. Klorampenikol
    2. Tiampenikol
    3. Kotrimoxazol
    4. Amoxilin dan ampicillin

KOMPLIKASI
a. Komplikasi intestinal
   1. Perdarahan usus
   2. Perporasi usus
   3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
   1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis
   2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
   3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis
   4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
   5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
   6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
   7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, 
       sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
Selengkapnya...

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)


DEFINISI
Menurut Christantie Efendy,1995 :
Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.

Menurut Seoparman , 1990 :
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) .

Menurut Sir,Patrick manson,2001 :
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik.

Menurut Seoparman, 1996 :
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty .
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak danorang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

ETIOLOGI
a. Virus dengue sejenis arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty )
b. Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.

Vektor utama : – Aedes aegypti.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :

a. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari-hari.
b. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
c. Penyedaiaan air bersih yang langka.

Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena :
a. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m.
b. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).

TANDA DAN GEJALA
a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
PATOFISIOLOGI
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah
? Trombosit menurun.
? HB meningkat lebih 20 %
? HT meningkat lebih 20 %
? Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
? Protein darah rendah
? Ureum PH bisa meningkat
? NA dan CL rendah
? Analisa Gas Darah dan Kadar elektrolit (Pada DBD berat)
? Dengue Blot IgG dan IgM
? SGOT (AST) dan SGPT (ALT)

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
? Rontgen thorax : Efusi pleura.
? Uji test tourniket (+)

PENATALAKSANAAN
Secara Umum :
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak .
c. Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik, Zink
e. Anti konvulsi jika terjadi kejang
f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari

Strategi pengobatan :
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Berikut pelaksanaan penanganan DD dan DBD secara rinci:
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan :
• Tirah baring, selama masih demam.
• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
• Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis. • Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. • Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen. Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan nampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Penanganan Demam Berdarah Dengue Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan Ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA. Fase Demam Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam. Ruang Rawat Khusus Untuk DBD Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dantrombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh orang tua pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya. TATALAKSANA ENSEFALOPATI DENGUE Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi edema otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

KLASIFIKASI
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positif, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

KOMPLIKASI
a. Perdarahan luas
b. Shock atau renjatan
c. Effusi pleura
d. Penurunan kesadaran
Selengkapnya...

MENGHITUNG BERAT BADAN IDEAL

MENGHITUNG BERAT BADAN IDEAL
Ada cara yang labih akurat untuk mengetahui apakah tubuh Anda ideal atau tidak, yaitu dengan:
1. Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:

    IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2
    Contoh :

    BB = 50 kg, TB = 160 cm
    IMT = 50/(160/100)2 = 50/2,56 = 19,53

    Klasifikasi nilai IMT :
    Berat IMT kg/(cm/100)2 Risiko penyakit
    Underweight < 18,5 Rendah Normal 18,5 - 25,0 Rata-rata Overweight 25,0 - 29,9
    Meningkat Obese 1    30 - 34,9 Tinggi Obese II 35 < Sangat tinggi

2. Ukur lingkar pinggang Batas lingkar pinggang normal:
    Wanita : < 80 cm
    Pria : < 90 cm
    Lingkar pinggang yang berlebihan, terutama pada kaum pria, berkaitan erat dengan risiko penyakit
    jantung dan kardiovaskuler.
Selengkapnya...

Senin, 17 Januari 2011

Indonesian National Nurse Association, Komisariat RSUD AWS Samarinda Vacation to manggar beach

Indonesian National Nurse Association, Komisariat RSUD AWS Samarinda, melaksanakan rekreasi bersama lingkungan RSUD AWS Samarinda ke kawasan pantai Manggar Balikpapan, pada hari minggu tanggal 16 januari 2011.
Peserta rekreasi nggak usah ditanya banyak banget tuh namanya juga keluarga besar.
Peserta rekreasi kumpul jam 06.00 pagi di halaman RSUD AWS Samarinda.
Iring-iringan 8 buah bus dan puluhan unit kendaraan pribadi para karyawan bertolak pada pukul 07.00 pagi menuju pantai manggar balikpapan seperti iring-iringan karnaval.
Tiba di Manggar jam 09.00 peserta sibuk dengan acaranya masing-masing  nggak digubris lagi deh susunan acara dari panitia pelaksana. just for fun...fun......fun
Karna banyaknya peserta kalo dikumpulin begini di pinggir pantai seperti korban tsunami.
banyak fasilitas yang ditawarkan seperti penyewaan tenda dan tikar tempat duduk / tidur dipingir pantai wah..wah.. masuk pendapatan warga sekitar tuh.
kalau berenang dipantai sih sdh pasti, tapi hati-hati bagi anak anak yang nggak bisa berenang musti ditemanin orang tuanya tuh.

Saya tertarik untuk bermain layang - layang belinya 30 ribu + benangnya sembari ditemanin si kecilku tersayang asik bermain layang-layang.

Ikut kapal kecil yang muat untuk 12 orang dan kita dibawa menyisiri pantai manggar dari ujung ke ujung untuk satu orangnya dikenakan biaya 10 ribu. sekali tarik aja 120 ribu cepat kaya mang cepat naik haji yaaaa......

Selengkapnya...

Jumat, 14 Januari 2011

Usaha-Usaha Kesehatan Masyarakat

Upaya Kesehatan
( Menurut Undang-undang Kesehatan RI)
• Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya
kesehatan dengan pendekatan:
– Pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
– Pencegahan penyakit (preventif),
– Penyembuhan penyakit (kuratif), dan
– Pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan

 Usaha-usaha Kesehatan Masyarakat meliputi:
(Budioro, 2001; Indan Entjang, 1999; Dainur, 1999;Soekidjo Notoatmodjo, 2003)
 Program Pelayanan Kesehatan Dasar
• Program kesehatan ibu dan anak (KIA)
• Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
• Keluarga Berencana (KB)
• Program Hygiene Sanitasi (HS) Lingkungan
• Hygiene Perusahaan dan kesehatan kerja
• Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)
• Program Gizi Masyarakat
• Pemeriksaan, Pengobatan dan Perawatan Kesehatan masyarakat
• Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
• Usaha kesehatan gigi, mata dan jiwa
• Rehabilitasi
• Usaha-usaha farmasi dan laboratorium kesehatan
• Statistik kesehatan
 Program Kesmas Depkes RI
Program Kesehatan Masyarakat adalah bagian dari
Program Pembangunan Kesehatan Nasional yang
Bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan
masyarakat
 Masalah Kesehatan Masyarakat
Indonesia
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah masalah
kesehatan yang :
– Insiden dan prevalensinya tinggi dimasyarakat
– Insiden dan prevalensinya rendah tetapi risiko
kematiannya tinggi di masyarakat
 Prinsip Penanggulangan Masalah
Kesmas
Prinsip utama penanggulangan masalah kesehatan
masyarakat merupakan kombinasi Intervensi kesehatan
masyarakat (utama) dan intervensi medis (tambahan).
Intervensi kesehatan masyarakat mencakup:
– Intervensi prilaku
– Intervensi lingkungan
– Intervensi managemen
 Lingkup Program Kesmas
Lingkup Program Kesmas mencakup bidang yang luas.
Untuk Ditjen Bina Kesmas, lingkup program tersebut
dibatasinya pada :
• Program kesehatan keluarga
• Program Kesehatan Komunitas
• Program Kesehatan Jiwa Masyarakat
• Program Gizi Masyarakat
• Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
 Penyelenggara Program Kesmas
Penanggung jawab utama adalah Pemerintah
(Pusat/Daerah), karena :
• Menyangkut hajat hidup orang banyak
• Peran dan keterlibatan swasta biasanya kecil, karena
terkait dengan kecilnya peluang mendapatkan
keuntungan
 Penyelenggara Program Kesmas
1. Tingkat pertama : PUSKESMAS dan jaringannya
2. Tingkat kedua : Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Tingkat ketiga: Dinas Kesehatan Propinsi dan
Departemen Kesehatan
 Pedoman Penyusunan Program
Depkes
Arah kebijakan :
– Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas
– Peningkatan kualitas dan kwantitas tng keshtn
– Pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi
penduduk miskin
– Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola
hidup sehat
– Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat
sejak usia dini
– Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan
kesehatan dasar
 Pedoman Penyusunan Program
Depkes
Pencapaian/Target
– Meningkatnya UHH : 66,2 menjadi 70,6 tahun
– Menurunnya AKB : 35 menjadi 26 per-1000 kel hdp
– Menurunnya AKI : 307 menjadi 226 per100.000- kel hdp
– Menurunnya prevalensi gizi kurang pada Balita
 Visi
Masyarakat sehat dan Mandiri Menuju
Indonesia Sehat 2010
Suatu gambaran masyarakat yang ingin dicapai dalam
perwujudan Indonesia sehat 2010, yaitu masyarakat yang
terbentuk dari perorangan, keluarga dan komunitas yang
sehat serta secara mandiri mampu memelihara
kesehatannya
 Misi
1. Meningkatkan status kesehatan perorangan, keluarga, komunitas dan masyarakat
2. Menanggulangi berbagai masalah kesehatanmasyarakat sesuai dengan skala prioritas masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan
3. Menggalang kerjasama dengan berbagai potensi untuk penyelenggaraan program kesehatan masyarakat
4. Meningkatkan peranserta dan kemandirian
 Strategi
1. Memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan
2. Membangun kemitraan (kerjasama lintas sektoral)
dengan berbagai pelaku pembangunan kesehatan
3. Memanfaatkan teknologi tepat guna yang efektif dan
efisien
4. Meningkatkan akses, jangkauan dan mutu program
kesehatan masyarakat
 Pemberdayaan Perorangan, Keluarga dan
Masyarakat
 Perorangan :
– Minimal : berperilaku hidup sehat (contoh bagi masyarakat sekitar)
– Maksimal : aktif sebagai kader kesehatan
• Kelompok: LSM Peduli kesehatan
– To serve
– To advocacy
– To watch
• Masyarakat: Lembaga Perwakilan Masyarakat di bidang kesehatan
– Badan Penyantun Kesehatan Kecamatan
– Konsil Kesehatan Kabupaten/Kota
– Konsil Kesehatan Propensi
 Pokok-Pokok Program Depkes
1. Meningkatkan program kesehatan masyarakat prioritas nasional dan spesifik lokal
2. Meningkatkan, akses, jangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan masyarakat miskin, daerah tertinggal dan daerah bencana
3. Meningkatkan, akses, jangkauan dan mutu pelayanan puskesmas dan jaringannya
4. Meningkatkan manajemen dan sumberdaya program kesehatan masyarakat
5. Meningkatkan kemitraan dan kerjasama lintas sektor
6. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat
 Program
Meningkatkan program kesehatan masyarakat prioritas
nasional dan spesifik lokal
1. Meningkatkan program penurunan AKI, AKB
dan AKABA
2. Meningkatkam program perbaikan gizi
3. Mengembangkan program spesifik lokal :
kesehatan perkotaan, kesehatan pertanian, kesehatan masyarakat nelayan, olahraga,tradisional,
penanggulangan kebutaan dan gangguan pendengaran, dll
 Program
Meningkatkan, akses, jangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan masyarakat miskin, daerah tertinggal dan
daerah bencana
1. Pengembangan JPK-MM untuk yankesdas
2. Mendukung penanggulangan masalah kesmas karena bencana
3. Mengembangkan yankesmas daerah perbatasan
4. Mendukung yankesmas daerah terpencil
 Program
Meningkatkan, akses, jangkauan dan mutu pelayanan
puskesmas dan jaringannya
1. Meningkatkan operasionalisasi kebijakan dasar puskesmas di era desentralisasi
2. Menambah puskesmas secara selektif di daerah yg memerlukan dgn memperhatikan SDM yg ada (kec
pemekaran, daerah luas,dll), melalui anggaran DAK
3. Meningkatkan kualitas pelayanan dengan memperbaiki sarana, menambah alkes, mengem-bangkan program
kendali mutu (prop HWS),
4. Mendorong peningkatan yankes luar gedung dengan
mengutamakan aspek promotif dan preventif
 Program
Meningkatkan manajemen dan sumberdaya pendukung program
kesehatan masyarakat
1. Menyusun pedoman/ acuan/ standard tehnis/ manajemen
program kesmas
2. Menyiapkan peraturan/ regulasi berhubungan dgn
penyelenggaraan program kesmas
3. Meningkatkan kemampuan unit kerja keshtn di berbagai tk
admn dlm pengelolaan prog kesmas
4. Mengembangkan jaminan pemeliharaan kesehatan non
masyarakat miskin
5. Mendorong peningkatan pembiayaan yankesmas oleh daerah
 Program
Meningkatkan kemitraan dan kerjasama lintas sektor
1. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi dukungan pengembangan program kesmas lintas sektor dan LSM
2. Meningkatkan kerjasama dalam penyelenggaraan pembangunan nasional/ regional yg berhubungan dengan peningkatan status kesmas
3. Mendorong peningkatan pembiayaan yankesmas
 Program
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya
Kesehatan Puskesmas
1. Meningkatkan pengembangkan Posyandu : konsolidasi lintas sektor,pengembangan bersamaan yankes gakin
2. Mengembangkan polindes : meningkatkan kemampuan manajemen, tenaga, dukungan alkes, sarana/ prasarana
3. Mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya kesehatan masy (UKBM) lainnya : pos upaya kesehatan kerja (UKK), dll
4. Mengembangkan badan penyantun Puskesmas,Konsil Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota
 PENGELOMPOKAN PROGRAM
1. Upaya kesehatan masyarakat (kesehatan keluarga, kesehatan jiwa masyarakat, kesehatan komunitas)
2. Perbaikan gizi masyarakat(peningkatan gizi masyarakat)
3. Kebijakan dan manajemen kesehatan (pengembangan JPK)
 Referensi:
1. Program Kerja Dinas Kesehatan Propinsi dan Kota/Kabupaten
2. Profil Kesehatan Propinsi, Kota dan Kabupaten
3. Budioro, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Badan Penerbit UNDIP Semarang, 2001
4. Indan Entjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Alumni Bandung, 1999.
5. Dainur, Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Widya Medika, Jakarta, 1999.
6. Soekidjo Notoatmodjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 2003
7. SK Menkes No 331/Meskes/SK/V/2006 tentang Renstra Depkes 2005-2009
8. UU RI No.23 Thn.1992 Tentang Kesehatan
9. SK Menkes No. 131 tahun 2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional
Selengkapnya...

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PEMBIAYAAN KESEHATAN

Sistem pembiayaan kesehatan adalah suatu sistem yang mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Kebijaksanaan pemerintah mengenai pembiayaan kesehatan diatur dalam UU no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bab VI (program jaminan sosial) bagian kedua mengenai jaminan kesehatan pasal 19-28. 

Menurut UU RI Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Dalam rangka kendali biaya dan kendali mutu pelayanan , pembayaran dan pertanggung jawaban Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) menggunakan tarif INA-DRG yang telah disempurnakan.
INA-DRG adalah Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran; Merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan RS; Memantau pelaksanaan “Program Quality Assurance”.
 

Tarif INA-DRG meliputi:
Pelayanan rawat inap
Merupakan paket jasa pelayanan, prosedur/tindakan, penggunaan alat, ruang perawatan, serta obat-obatan dan bahan habis pakai yang diperlukan
Pelayanan rawat jalan.
Merupakan paket jasa pelayanan kesehatan pasien rawat jalan sudah termasuk Jasa pelayanan, Pemeriksaan penunjang Prosedur/ tindakan, Obat-obatan yang dibawa pulang, Bahan habis pakai lainnya.
Selengkapnya...

Kumpulan Proposal/Skripsi